Rabu, 02 Mei 2012

Banyak = 1
Sebuah kisah persahabatan, cinta dan mimpi-mimpi.

Untuk anak-anaku kelak,
juga pengunjung setia Blog jelek ini



Banyak = 1
(Part I)
By : Muakrim. M. Noerz
(mohon maaf apabila masih ada kesalahan edit)


Tikungan pertama terlewati, tikungan kedua angkot sedikit mengerem, wajarlah seorang nenek tua sedang menyeberang dengan langkah santai sambil lengannya menopang pinggang yang tak lagi kokoh. Tikungan demi tikungan, tanjakan kecil, tanjakan panjang, turunan panjang, turunan sedang dengan belokan, semuanya telah dilintasi empat roda angkot reot. Tapi jangan salah, walaupun reot kecepatan dan sound systemnya bisa membuat pulang ke akhirat orang yang memiliki penyakit jantung. Music remix mengaung dalam angkot membuat kaca jendela bergetar sementara si joki yang menunggang badak besi tampak asyik menghentakan tangan ke setir, tak puas dengan gaya seperti  itu kepalanya pun  masih juga ikut terpental kesana-kemari; kanan, kiri, atas, bawah seraya  mengikuti hentakan bas dan teman-temanya dari dalam speaker.
Gadis-gadis muda tampak sibuk dengan Handphone-entah sibuk sms-an atau cuma sekedar mengotak-atik tombol membuat sibuk diri sendiri. Gadis di samping pintu angkot mencari-cari sesuatu dari dalam tas, dan pada saat ia merasa ada yang memperhatikan, dia pun mengeluarkan handphone black berry, berusaha mengangkatnya hingga tepat ada di depan jidat, kemudian  senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
Terdengar bisikan dari bangku seberang si gadis black bery pada temannya  yang tengah menatap jendela.
“Sombong yah,” dimoncongkan bibir ke arah si pirang ber-black berry.  Namun sang gadis di samping jendela hanya menatap si bibir manyun keheranan, bingung dan tak mengerti. Mungkin karena sedari tadi matanya hanya menatap jendela. Entah menikmati pemandangan atau ingin  merobek;  memakan; meludahi stiker biru di kaca jendela yang gambarnya  karikatur seorang lelaki setengah jongkok membelakangi dengan celana melorot sampai lutut kemudian memegang pantatnya sendiri yang berkolor merah, dan pada bagian bawahnya terpampang tulisan ”Yang Baca Dan Lihat Guoblok!!!!”
Di bangku kiri bagian belakang seorang pemuda dengan celana sobek di lutut tengah menggaruk-garuk kepalanya yang tampak lebih kecil dari rambutnya. Di kupingnya tampak headset  berwarna hitam. Ia sama sekali tak terpengaruh dengan si joki badak besi yang kepalanya hampir lepas dari leher karena mengikuti hentakan music remix, ataupun si gadis black berry dan si bibir manyun. Mata pemuda itu tampak merah dan sayu, sesekali ia menguap membuka mulutnya lebar-lebar tanpa takut dimasuki lalat yang mengikutinya semenjak dari rumah. Bukan karena ceboknya nggak bersih, tapi karena bajunya sudah tiga hari tidak diganti, soal celana jangan ditanya! ini masuk minggu ke enam setelah ia diusir keluar sang sadis, si botak tak berbelas kasihan, Dosen mekanika yang tak pernah senyum; si  dosen sengar yang diberi tambalan nama sebagai singa nomor satu. Sang pemuda diusir lantaran celana dan sandalnya dianggap sang dosen mencemari kosentrasi dalam memberikan materi.
Si black bery, gadis yang hampir memakan stiker dan temannya si bibir manyun serta penumpang lainnya telah turun di kampus masing-masing. Tinggalah si pemuda seorang diri ditemani hentakan kepala ke kiri dan kanan si sopir gila beserta saudara kandungnya “music remix.”
Jembatan besi telah terlewati kemudian halte lalu tempat fhotocopy di mana si pemuda biasa membeli kertas gambar.
Angkot tiba-tiba mengerem, suara gesekan kanvas dan troll pengereman yang saling mencengkeram membuat si pemuda klimis dalam angkot terlempar kedepan-dan hasilnya ia terbangun sambil kepalanya menengok ke kanan dan kiri, kemudian kedepan dan kebelakang. Pandangannya seperti orang linglung yang baru pernah melihat keramaian. Maklumlah mungkin sisa kebingungan karena tiba-tiba terbangun. Pandangan dialihkan kembali kedepan, kira-kira empat meter di depan angkut yang ia tumpangi tampak seorang kakek menyeberang santai-tanpa ragu sembari tangan kanan menjulur ke arah angkot yang hampir mencabut nyawanya sendiri.
      “Sial..!! Kiri Bang.” Umpat si pemuda
”Ok brother.” Kepala si supir masih bermain mengikuti hentakan music remix layaknya layangan yang dimainkan angin.
Si pemuda mendekati supir dan kemudian menyerahkan seribu rupiah yang kelihatan tak kalah kumal dengan dirinya. Ia mendekati supir setelah mendengar omelan,
     “Kurang nih..!”
     ”Mahasiswa Bang!”
     ”Kartu mahasiswanya?” selidik si sopir seperti petugas registrasi kampus.
”Gak ada bang. Kakek gak apa-apa kan?” si pemuda memandangi kakek tua di depan angkot yang masih berusaha menyeberang, sementara si supir hanya blingsatan menatap si pemuda klimis.
”Kok gak ada. Kalau begitu punya buku nggak?” Bentakan dari supir mengalihkan pandangan si pemuda dari kakek yang kira-kira berusia enam puluh tahunan itu.
”Gak punya juga. Tapi  saya benar Mahasiswa Bang, nah ini ada pena dan kertas!” dikeluarkannya pena dan beberapa lembar kertas yang dilipat-dari dalam kantong celana. Berusaha meyakinkan agar si supir percaya bahwa ia bukan kambing congek yang ngaku-ngaku sebagai mahasiswa.
      “Punya kartu mahasiswa, punya buku, rapi, bersih. Dan satu lagi,” ia sedikit menekan ucapan, “Wangi! Itu baru namanya mahasiswa. Kalau cuma pena saya juga punya. Nih..!” Ia meraih pena dan TTS yang sering dipakai saat mangkal menunggu penumpang  di terminal.
      “Nih..!” Dua koin lima ratus menyentuh telapak si sopir dengan tidak rela. Diserahkannya dengan raut wajah yang kesal. Melihat wajah kesal sang pemuda, joki badak besi pun bereaksi
“Makanya kalo nggak punya uang jalan kaki aja. Pake ngaku Mahasiswa, ‘Stile’ aja mirip tukang bangunan” ejek si supir yang maksudnya adalah style.
      “Santai saja bos..! Kan gue sudah bayar,” Jawabnya lempeng.
“Ia deh kamu sudah bayar. Tapi setelah ketahuan bohong!”
      “Siapa juga yang bohong?” dan ia pun berlalu meninggalkan supir angkot,  berusaha menghindari pertengkaran.
“Kek.. terima kasih yah..!” Ucap sang pemuda yang lalu mendekati si kekek yang tadi hampir digilas angkot.
”Dasar kurang ajar. Bukannya minta maaf, malah bilang terima kasih. Dasar supir dan kondektur gila, kurang ajar, iblis, setan, kuntil anak, genderuwo,” tangan si kakek mengarah dengan jari telunjuk terjulur ke wajah pemuda yang dikiranya kondektur. Hebat juga si kakek, ia mampu menyebutkan hampir semua nama-nama family of seytani. 
“Kek, aku bukan kondekturnya” kemudian dilanjutkannya dalam hati, “Siapa juga yang sudi jadi kondektur supir pelit macam dia” walau mendengar cemooh dan sumpah serapah ia masih saja berusaha menyeberangkan si kekek.
          “Jangan sentuh aku,” Tangannya menepis sentuhan pemuda yang dikiranya kondektur. ”Tak sudi aku disentuh kondektur jorok, gak sopan dan bau seperti kamu,” ucapan kakek mirip persis dengan dialog sinetron.
“Dasar gila.” Batin si pemuda. “Anggap saja ini ungkapan terima kasih aku. Soalnya gara-gara tuh supir gila hampir menabrak Kakek, aku akhirnya terbangun. Kalau saja aku tidak terbangun bisa-bisa telat ujian lagi hari ini,” jelas si klimis seenaknya tanpa memikirkan perasaan si tua jompo.
Dan beginilah jadinya kalau sampai terlibat pembicaraan dengan orang yang  telah berumur, “Eh…! Kantor Polisi tuh bukan di sini, masih jauh. Tapi aku doakan mudah-mudahan kamu nggak lulus dalam ujian memperoleh SIM. Lagian mau ke kantor polisi gayanya seperti kuli.” Ia tersenyum mengejek sementara sang pemuda hanya bengong, diam, tanpa suara, ingin teriak, nyemplung ke selokan, berguling-guling, nyemplung lagi ke selokan, bingung dan merasa bodoh sendiri. Pokoknya sendiri, yang lain semuanya pintar, apalagi si kakek jompo-dialah yang super pintar, bila perlu dialah gurunya si Albert Enstein.
            Angkot yang tadi ditumpanginya meliuk dan hampir saja menyambar. Supir angkot yang masih kesal dengan sang pemuda lalu mengeluarkan tangan kanan dari jendela, diangkat setinggi-tingginya dan membuat tinju,  dan dari tinjunya itu secara perlahan jari tengahnya digerakan lurus ke atas - diarahkan tangannya tersebut pada si pemuda sembari berteriak, “Makan nih..! Dasar kantong tipis.”
            “Woe.. brengsek lu.. makan juga nih…!” tangannya menepuk pantat yang tak berdaging. Gayanya dalam membalas si supir yang dianggapnya sableng benar-benar penuh seni ejekan. Lebih-lebih saat tangannya mengayun pelan dan menepuk pantat. Semua itu dilakukannya dengan pendalaman, mirip tarian stripis, pokoknya perfecto. Penuh intimidasi batin. Dijamin siapa pun yang disuguhkan gaya seperti itu akan panas, Benar saja, supir langsung mengerem mobil di tepi jalan dan berlari  meninggalkan kendaraannya, berusaha mengejar sang pemuda.
“Hei…! Kalau mau nge-dance jangan di tengah jalan,”  Ucap seorang pengendara sepeda motor yang terus melaju setelah sebelumnya hampir saja  menabrak si klimis. Namun sang pemuda tak lagi perduli dengan perkataan si pengendara motor, di dalam kepalanya yang ada hanyalah lari sekencang-kencangnya ke seberang jalan, menghindari si singa yang suka music remix.
            “Woe jangan lari lU. Gua makan juga pantat sekalian nyawa lu,” Teriak keras sang supir di tengah kebisingan kendaraan.
            “Apa lu! Sini makan kalau berani.” Tantang si pemuda yang telah berada di seberang jalan. Sementara si singa yang suka music remix hanya mengalah, karena bagaimanapun juga singa pasti takut ditabrak mobil serta kendaraan lainnya yang melaju kencang tak putus-putus. Dan setelah kembali berlari memasuki areal kampus si pemuda akhirnya yakin bahwa singa remix tak lagi bersemangat. Cakar serta aumannya tak ditakuti mobil serta sepeda motor yang siap membuatnya menjadi abon serta prekedel singa.
            “Mudah-mudahan saja tidak dapat setoran hari ini,” sambil membayangkan wajah si supir - ia mengutuk. Langkah kakinya yang beralas sandal pun berlanjut pelan menyusuri labirin-labirin kampus yang bercat biru. Ia sama sekali tak perduli dengan keadaan di sekitarnya, banyak bidadari tengah bercanda, ada yang membahas mata kuliah A, Dosen C,  Pacar si Q  om Y dan model baju Z serta tak lupa gosip-gosip murahan kampus lainnya.
            “Dasar tukang sayur,” kutuknya pelan dalam hati pada para wanita yang di matanya tak lebih cantik dari sang ibu. Dikeluarkannya mp3 player dari dalam saku celana belakang sebelah kanan dan kemudian mencolok headset yang sempat lepas saat dikejar singa remix. Volume dinaikan dan sesaat kemudian  melodi lembut serta tabuhan bongo mulai terdengar di kuping, lalu disusul “Anak Pantai” karya grup band stevan and the coconut treaz  yang ber aliran reeage. Ia pun merasa sedang berada di pantai pasir putih, berteduh di bawah pohon kelapa menikmati buahnya sembari menatap bikini-bikini berwarna silau.
            “Woe… Toto…!” Terdengar teriakan dari belakang si pemuda yang tadi dikejar oleh supir angkot. Toto sama sekali tak memalingkan wajah.
            “Tumben lu berhasil sampe kampus duluan gue.” Aril mengalungkan lengan kanannya di bahu Toto, sedangkan yang kiri mengapit buku dengan cover bertuliskan “Mekanika Fluida”
            “Eh bayar dong duitnya.” Pinta orang yang dipanggil Toto
            ”Entar, pasti aku bayar.”
            “Akh… pokoknya sekarang! Gua kan baru kali ini menang. Toh selama ini perasaan kantong gue amblas terus karena lu.”
            “Makanya kalau taruhan harus berusaha. Aku kemarin waktu menang itu  padahal malamnya habisin 2 majalah plus satu buku berhalaman dua ratus.” Jelas aril dan kemudian diteruskannya lagi “Makanya, tidur itu jangan kaya kebo.”
            “Mau kebo kek, badak kek, atau sekalian seisi ragunan juga nggak apa-apa. Yang penting lu mesti bayar hari ini juga. Titik nggak pake tunda,” tegas toto.
            “Gua minta kompensasi dong..!” Wajah lawan bicara toto memelas.
            “Nggak! Nggak ada kopensasi. Kompensasi apaan. Nggak ah!”
            ”Ya elah Toto…! Eh, gue punya barang bagus, tapi belum sempat gue lego ke butik nyokap. Paling telat gua bayar  hutangnya besok. Soalnya beberapa hari ini nyokap sering di butik.”
            “Ya itu kan derita lu, bukan gue kali!”
           “Please…” Kedua telapak tangannya menyatu dan dinaikan ke dada-digoyang ke kiri dan kanan.
            ”Lu bisa nggak sih berhenti memohon seperti itu. Lu kalo dalam adegan seperti itu mirip penari india yang lehernya kaku kayak dibungkus beton campuran 1:2:3,” Toto menahan tawa.
            “Makanya, lu mending kasih gue kompensasi. Gimana! Deal? Atau seharian ini  lu mesti ngelihat gaya seperti ini,” dengan menyatukan telapak tangan di dada, gaya aneh itu kembali dipraktekannya.
            ”Sudah ah, gue hampir muntah lihat gaya lu,”
            Entah ide dari mana. Toto dan aril sahabat karibnya belakangan melangsungkan taruhan setiap hari di mana mereka harus masuk kampus. Taruhannya bukanlah pertandingan bola seperti kebanyakan orang lainnya. Melainkan siapa duluan yang masuk kampus. Sial tak dapat ditolak. toto yang biasanya bangun kesiangan akhirnya selalu merogoh kantong selama delapan hari berturut-turut semenjak hari mulainya taruhan ditetapkan. Dua manusia yang kemana-mana selalu bersama ini melakukan taruhan demi membuat mulus absen yang telah banyak bertabur inisial ‘TH’ alias tidak Hadir.


*
Kodok Homo Kodok Banci

Toto si pemuda blingsatan yang amburadul, terlahir dengan nama lengkap Bustomi gamak. Bustomi diambil dari nama Ayah-dari Kakeknya,  sedangkan Gamak adalah nama Kekek-dari Ibu. Ia Mahasiswa Fakultas teknik jurusan teknik sipil di salah satu Universitas ternama di Jakarta, manusia yang mampu menghabiskan 3 bungkus rokok dalam waktu satu jam  saat tugas gambar dari Pak Wem telah masuk deadline, atau si Profesor botak penyaji mekanika teknik-yang mulai mengancam untuk memberikannya nilai ‘enak’ atau E karena tidak jarang namanya tercantum di papan pengumuman lantaran tak memiliki nilai tugas. Alhasil namanya lebih tenar dari ketua DPMF (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas). Tapi bukan lantaran namanya sering terpampang di papan pengumuman saja ia terkenal, tapi juga karena sering dijadikan contoh oleh si botak sebagai mahasiswa yang tidak layak dan tak patut untuk ditiru,
“Haram hukumnya meniru si Bustomi, dia itu malas, gak sopan, pakaiannya amburadul, rambutnya tidak enak dilihat, sosoknya dapat merusak semua aspek di kampus ini,”  Begitu kata si dosen mekanika setiap kali ada kesempatan memberikan kuliah, entah itu pada mahasiswa baru maupun mahasiswa tingkat akhir terkecuali para mahasiswa yang telah super lama di kampus alias dedengkot, alias di ambang Droop out, nah untuk tipe dan golongan  seperti mereka ini ceramahnya beda lagi, bahkan seringkali ia meminjam istilah biologi. Pokoknya singkat dan padat.
“Kalian semua sama saja, satu ordo dengan Bustomi, liar dan sukar dikendalikan!” Kalimat seperti itu bisa ditebak akan selalu ada tatkala para calon terpidana droop out menghadapnya dengan tumpukan permasalahan studi.
Bustomi alias Toto, pemuda bablas, liar berambut keriwil total dan sengaja dibiarkan tak karuan. Tapi jangan salah ia selalu keramas minimal sehari sekali. Hampir semua macam jenis shampo di negeri ini pernah dicobanya. Mulai dari shampo yang modelnya diperankan Nur Aini yang merupakan mantannya Syahrul Gunawan, Titi Kamal, Sandra Dewi, Nikolas Saputra, shampo China, shampo Jepang, USA, sampai  shampo milik ponaannya sendiri yang beraroma strowbery dan gambar modelnya hanyalah gambar cartoon  seorang balita yang tak jelas lelaki atau perempuan, tapi itu tak penting, bagi Bustomi yang penting rambutnya bisa dicuci. Namun yang paling parah lagi ia sering menggunakan sabun cuci untuk membuat rambutnya penuh busa. Bagi bustomi yang penting bisa keramas agar kepala tak gatal. “Pusing amat sama orang,” itu kalimat yang diucapkan apabila ada yang berani meledek ia beserta rambut dan juga stategi keramasnya.
Lelaki yang mengakibatkan bustomi lahir di dunia adalah Pak karim, seorang Guru Honorer  yang berperawakan tige alias tinggi dan gendut. Toto Anak pertama dari empat bersaudara, ia satu-satunya pejantan di dalam rumah selain si Ayah tentunya. Irma kakak perempuannya telah menikah dengan pemuda Aceh dan saat ini memiliki seorang anak lelaki, Irma sendiri telah menamatkan studi perguruan tinggi 3 tahun yang lalu dan saat ini bekerja sebagai perawat di kota kelahiran sang suami. Sementara dua orang saudari lainnya masih duduk di bangku SMA, syarifah dan maysaroh, wanita yang melahirkan Toto hanyalah seorang yang sehari-hari berdomisili di dapur. Ia berkuasa penuh atas ruangan empat kali enam tersebut. Ibu Dwi, begitulah beliau biasa disapa. Beliau melahirkan satu-satunya anak lelaki ‘Toto’ pada dua puluh lima tahun yang lalu, umurnya yang telah menginjak empat puluh lima tahun otomatis membuat kulitnya tidak lagi sekencang dulu. Tapi bagi  Toto ia tetap satu-satunya wanita tercantik, terindah, termanis dan anggun di galaksi ini. Bahkan waktu kecil toto pernah mengatakan bahwa ibunya lebih cantik dari bidadari surgawi, hal itu diungkapkannya saat merengek minta jajan. Hasilnya, meskipun ketahuan bohong, si ibu akhirnya memenuhi permintaan toto kecil. Ayahnya saat ini berusia lima puluh tiga tahun dan tak lama lagi akan berhenti dari tugasnya sebagai Guru Honorer.
Dari ibunya dia tahu bahwa kedua orang tuanya pertama kali bertemu pada saat si guru yang saat itu masih mahasiswa melakukan praktek kerja lapangan di kampung halaman wanita sang tambatan hati. Entah bagaimana ceritanya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Mereka jatuh hati dan menikah tiga bulan setelah pertemuan itu. Dan itu juga dengan cara Pak Karim membawa kabur si cantik jelita lebih dahulu, entah iblis apa yang ada di kepalanya saat itu.
            Aril, sahabat karib Toto yang berkaca mata tebal, lebih tepatnya sangat tebal. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan, lebih bahkan. Anak kedua dari dua bersaudara ini type orang yang sok tahu, apalagi kalau mengenai sastra dan filsafat dialah biang dari biangnya sok tahu. Bahkan dengan tanpa meminta dan diminta toto telah diproklamirkannya sebagi murid sekaligus korban lantaran kuping sahabatnya itu dipaksa mendengarkan syair serta filsafat yang kadang nyeleneh. Alhasil toto selalu merasa terkontaminasi apa bila si kaca mata ini mulai beraksi membacakan puisi serta filsafat buah pemikrannya sendiri. Ayah Aril seorang kontraktor, itulah sebabnya ia terpaksa masuk jurusan teknik sipil, alasannya guna meneruskan perusahan konstruksi keluarga sedangkan  kakak perempuannya seorang dokter di rumah sakit suwasta ternama, begitu pula dengan kakak iparnya sedang Ibu toto seorang pengusaha butik, yang telah memiliki cabang di beberapa kota. Dengan kesibukan kedua orang tuanya otomatis Aril sering ditinggal sendirian di rumah bersama dengan bi ani yang telah dua puluh satu tahun menjadi pembantu rumah tangga di keluarganya.
Aril sendiri  tak kalah binalnya , bedanya kalau dari luar orang sudah bisa menebak bahwa si toto adalah mahluk liar yang kabur dari penangkaran sedangkan si aril adalah kebalikannya. Ia pasti dibilang anak baik-baik, bagaimana tidak seperti itu dugaan orang-orang yang melihat cuman pake mata doang. Si aril berkaca mata tebal yang entah berapa point minusnya, kemana-mana selalu bawa buku, mulai dari yang menyangkut pelajaran teknik sipil, ekonomi, sejarah, pilsafat, agama sampai dengan yang black label seperti play boy dan majalah dewasa lainnya. Tapi kawan, jangan pernah coba-coba mengatakan bahwa bacaan black label seperti yang dibacanya itu porno. Jika itu diucapkan orang, maka dia dengan suka hati, bahkan tanpa diminta, si nobita akan menjadi pendebat setia. Aril pernah berpilsafat di halte depan kampus dengan suara lantang lantaran saat melintas ada salah seorang rekan sekelas yang mengejek bahwa mata aril menjadi minus karena bacaan jorok. Hasilnya sokrates lalu berfilsapat dengan dan tanpa malu-malu “Semua bacaan itu adalah ilmu tergantung since of view seseorang, kalau orang yang otaknya ngeres pasti ngeres juga ilmu yang didapatnya” setelah kata-katanya selesai mengalir bukannya tepuk tangan dan pujian yang didapat melainkan tepukan bibir meledek, mencibir, memojokan, dan hanya ada tepukan tangan dari toto yang sebenarnya kasihan atas upaya penjelasan panjang lebar dari si mahluk berkacamata. Beberapa hari setelah kejadian di halte itu toto  menanyakan tentang pilsafat bacaan porno dari sang master kutu buku tersebut. Dan beginilah jawaban aril
            “Toto.. sudut pandang kawan, point of  view dari si pembaca mesti ditentukan ke mana arah bacanya. Ke ranjang atau untuk sex education, semua hal di dunia ini adalah ilmu kawan. nah setelah point of view telah di ketahui boleh deh memvonis tentang takaran porno dan tidaknya. Nah, benar tidak to?” dengan gerakan tangan serta tutur bahasa yang anggun kata-kata itu mengalir laksana pidato sokrates pada muridnya plato.
            “Tapi gini ya ril!, setelah sekian lama elu ngelonin gua, selama itu pula gua lihat ada yang selalu berubah dari bentuk selangkangan  lu setiap kali  membaca itu kitab-kitab pusaka kebanggan” jawab toto yang di anggap aril sebagai murid pilsafatnya.
            “Bukan gitu toto saya….ng. itu hanyalah reaksi biologi yang di picu hormon akibat adanya rangsangan, nah dari rangsangan yang ada kemudian sel membawa informasi menuju otak, dan setelah itu otak memberi sinyal agar otot yang ada di sekitar daerah intim gua agar mengeras. Nah kira-kira begitu kronologis perubahan depan celana gua. Ngerti nggak lu plato?” Aril penasaran menatap toto yang selalu dianggapnya sebagai murid yang gak bisa ngerti apa-apa tentang filsapat serta ilmu lainnya kecuali mengenai ilmu hitungan. Sedangkan toto merasa seperti sedang menatap badut ancol berkacamata yang sok tahu. Aril merasa sok tahu bahwa sang murid tidak mengerti, dia lalu memikirkan penjelasan yang mudah untuk dipahami.
            “Elo jadi orang kok bego amat ya to. Singkatnya seperti ini” aril pun mulai menjelaskan.
“Anggap saja nih bungkus rokok sebagai mata yang sedang menatap nih majalah” bungkus rokok pun diarahkan sejajar dengan gambar gadis ber bikini dalam majalah dewasa.
            ”Gua aja yang gantiin bungkus rokoknya ya ril!. Biar fell-nya lebih dapat gitu?” pinta toto dengan bersemangat.
            ”Ok baiklah.. nih lihat!” kemudian majalah pun ditempelkan rapat di wajah toto hingga tak ada jarak. Rapat se rapat-rapatnya.
            “Eh kalau sudah gini mana bisa ada sinyal dari mata ke otak” tegas toto sambil tertawa cekikan.
            “nah! ini nih. type orang yang pikirannya selalu mengarah ke ranjang” kata ranjang diucapkannya dengan penekanan. Dengan  mulut yang berusaha menahan tawa aril kembali melanjutkan.
“Plato! Kau harus sungguh-sungguh muridku”
            “baik guru” lanjut aril penuh tawa. Dan hasilnya sokrates abad dua puluh satu harus menyerah dan tertawa bersama muridnya tersebut.
Sifat aril yang dikagumi toto adalah sipat rendah hati serta kesederhanaannya. Bayangkan saja. Dengan keuangan keluarga yang serba cukup apa sih yang nggak mungkin untuk dimilikinya. Jangankan mobil, apartemen mewah pun bisa dibelihnya dengan kontan malahan. Kesederhanaan seperti itulah yang membuat toto tak habis pikir dengan mahluk tuhan yang menurutnya klasik ini. Semua pakaiannya biasa-biasa saja, tak ada yang ber merek. Kalaupun ada itu karena belum sempat dijualnya. Puluhan bahkan ratusan sudah pakaian berbandrol dolar buah tangan orang tuanya dari luar negeri telah dia jual. Yang lebih parahnya semua itu dijualnya secara sembunyi-sembunyi di butik ibunya sendiri, dengan sebelumnya menjalin kerja sama dengan kasir. Satu-satunya pakaian berbandrol dolar yang tidak akan pernah dilepasnya ke pasaran adalah jas merk Gucci yang dibelinya dengan tabungan pribadi dan dikenakannya pada saat pernihan mbak leni saudari satu-satunya.
Begitulah aril. Si kutu buku yang menyatakan semua bacaan adalah ilmu. Ia dan toto berteman semenjak hari pertama kegiatan ospek berlangsung. Saat itu ke dua mahluk ajaib tuhan ini terlambat masuk pada saat hari pertama ospek berlangsung, padahal mahasiswa baru yang se fakultas dengan keduanya telah hadir di kampus semenjak pukul lima pagi lengkap dengan segala perlengkapan yang ditentukan oleh para senior, celana hitam panjang yang bagian kakinya dimasukan ke dalam kaos kaki yang sebelah kanan dan kirinya berbeda warna, kemeja putih lengan panjang, dua belas bekas kaleng minuman yang disangkutkan pada bagian bawah tas samping yang terbuat dari bekas karung beras, serta penutup kepala yang berbentuk kerucut. Di balik topi kerucut kaum adam sama sekali tak berambut alias botak. Untuk kaum hawa rambut diikat karet kecil warna-warni dengan jumlah ikatan sebanyak seratus  buah. Dengan gaya seperti itu wajarlah jika anak-anak hukum yang berkalungkan palu di leher menyatakan bahwa anak-anak teknik khusunya jurusan sipil  adalah ondel-ondel gagal produk. Senin pagi pukul 07.30 saat rektor tengah menyampaikan kata sambutan dan didengarkan dengan penuh seksama oleh para mahasiswa baru serta staf dan dosen dari semua fakultas, seonggok tubuh berperawakan sedang dengan tinggi badan sekitasr 165 cm terlihat berjalan santai  memasuki gedung auditorium, semua mata yang awalnya menatap sang rektor kini tak lagi perduli dengan apa yang disampaikan pemimpin tertinggi kampus tersebut. Mereka menyaksikan sebuah desain ondel-ondel gagal produk sedang melenggang acuh tak acuh. Raut wajah para panitia ospek berubah. Terlebih para panitia yang berasal mahasiswa senior fakultas teknik seketika pandangan yang tadinya takjub pada rektor menjadi tatapan seperti ingin menguliti si ondel-ondel gagal produk yang baru tiba.
            “tok tak tok tak tok tak” pandangan semua orang yang berada di dalam auditorium berpaling dari ondel-ondel santai menuju ondel-ondel berkacamata yang berlari dengan kecepatan memukau. Sang rektor yang telah berpengalaman menghadapi situasi seperti ini pura-pura tidak terjadi apa-apa. Beliau tetap menjalankan tugas memberikan kata sambutan. Si kacamata yang bunyi hentakan kakinya saat berlari tadi menggema di ruangan langsung bergabung dalam ratusan ondel-ondel yang duduk bersila di lantai, kemudian disusul ondel-ondel yang melangkah santai. Setelah kejadian tersebut tak ada kejadian aneh maupun siksaan yang menimpa aril si kacamata dan bakal kawannya toto. Hari kedua toto terlibat cekcok dengan para senior lantaran enggan disuruh menyatakan cinta buat senior cewek yang juga panitia ospek dari fakultas teknik. Alasannya sederhana si toto belum pernah menyatakan cinta pada manusia berjenis kelamin hawa, kecuali sang ibu. Toto bingung harus menggunakan kata apa sebagai pembuka. Para senior tidak kehabisan akal, salah seorang senior mengambil pena dan buku kemudian menuliskan kata kata di sana. Dasar toto yang tak bisa di ajak kompromi, setelah diserahkan catatan tersebut dia masih diam, malah kali ini mulutnya terkunci rapat, para senior putus asa dan akhirnya memberikan hukuman seadanya, yakni berjalan mundur sejauh tiga puluh langkah. Dan itu sebenarnya bukan masalah bagi toto seandainya tiga puluh langkah mundur itu tanpa berhenti di setiap satu langkah dan berteriak sekencang kencangnya
            “kwek kwek kwek anak kodok mau lewat,
 kwek kwek kwek kodok jomblo kodok bencong”
  dengan susah hati dan tidak ikhlas lahir batin dia akhirnya menyerah pada dua puluh orang panitia fakultas yang melahap habis hak asasinya. Di dalam hatinya terbersit
 “jalan mundur saja to, dari pada mesti ngatain cinta. Kan mulut lu kaku buat yang gituan.
Tak disangka kesialan juga menimpa aril si kacamata. Ia diperintah membaca tulisan yang sebenarnya bisa dibaca semua orang yang berpenglihatan normal. Kaca matanya dilepas secara paksa. Hasilnya aril menjadi buta huruf, tak bisa baca, bodoh, ditambah saudaranya tolol. Semua penderitaan mereka  berdua belum selesai sampai di sini, sebab pada hari terakhirlah sebenarnya hari pembunuhan karakter itu mencapai puncaknya.
Hari kamis saat ospek  hari  ke empat, hari yang tidak akan pernah dilupakan dua mahluk tuhan yang merasa paling sial di dunia saat itu, dan dari situlah mereka akhirnya bersahabat bagaikan wajan dan minyak goreng, selalu bersama.
Seorang bertubuh atletis tampak berada di depan segerombolan mahasiswa baru fakultas teknik yang sedang duduk bersila dan masih dalam balutan busana ondel-ondel. Ia tampak gagah dengan Id card serta balutan baju almamater berwarna biru. Raut wajahnya tenang namun terkesan berkharisma. Gayanya benar-benar dingin, bahkan  melebihi kutub utara.
“Fakultas teknik, fakultas kebanggan. Di darah kalian nantinya akan mengalir sains. Kalian mahasiswa baru harus ingat hal itu” Begitu kalimat pembuka darinya, tanpa salam. Dan kemudian dilanjutkannya
“Perkenalkan! Saya Andi supardi, ketua dewan mahasiswa fakultas” setelah berkata demikian wajahnya agak sedikit diangkat seakan-akan ingin menyatakan bahwa dia memiliki kuasa. Sikap dinginnya telah berubah dan kharisma yang dimiliki telah bermutasi menjadi sebuah kata yang diucapkan untuk seseorang apabila ia bertingkah berlebihan. “Sombong”. Langkah kaki dituntunnya membelah celah di antara barisan para peserta ospek. Satu-persatu dari mereka ditatapnya dengan tatapan yang beragam arti. Saat menatap pria tatapannya biasa saja namun seakan-akan ingin berbisik bahwa dialah pejantan yang paling berkuasa di fakultas. dialah pemimpin kawanan buaya dara, dialah rajanya para begundal kampus. Bibirnya yang tak bergerak seakan berkata, “tak boleh ada yang mengencani si mawar, melati, anggrek, dan si bayam sebelum saya” Sedangkan pada saat pandangan beradu dengan kaum hawa, wajahnya bisa berubah mirip seperti don juan, che Guevara, atau juga si pitung. Dan pada saat ia menjadi si pitung yang sedang menatap para hawa, apalagi mereka yang wajahnya kinclong seakan-akan matanya berbicara “tenang sayang. Abang akan melindungimu dari para kompeni ini”
ia masih tetap menapakan kaki di tengah barisan ondel-ondel, dengan dua tangan yang dilipat kebelakang persis seperti pengawas yang sedang mengawasi ujian. Dadanya dibusungkan kedepan, sampai-sampai bernafas pun kelihatan benar-benar sengsara. Namun apa boleh buat, demi ketenaran dan tebar pesona sulit bernafas bukanlah masalah. Yang penting macho, asalkan keren.
Aril berada pada barisan paling depan dengan kaca mata yang melorot sampai tulang hidungnya, sedangkan toto yang dari tadi tak memperdulikan omongan serta gaya si pitung berbusana almamater tampak kebosanannya telah meningkat pada level binary.
            “bagi yang namanyanya dipanggil segera maju kedepan” ketenangan yang dimiliki sang ketua DPMF saat pertama memasuki ruangan tak lagi ada saat  suara itu membahana di dalam ruangan.
            “sekop!”
“Saya kak” sahut aril yang namanya cantiknya dipanggil, dan tanpa menunggu panggilan yang kedua, si kacamata langsung tampil kedepan, sambil membetulkan letak kacamatanya yang sedari tadi nongkrong di tulang hidung.
            “Aspal….!  Aspal…!  Aspal….” Namun tak ada yang berdiri dari dalam barisan ondel-ondel yang sedang melantai.
“Heh kamu tuli ya!” si pitung berteriak semakin lantang. Para peserta ospek semakin tenang karena merasakan adanya evolusi sipat sang senior. Yah, si pitung telah berubah menjadi hera, musuhnya herkules.
            “saya kak” toto yang entah pikirannya melayang ke planet mana menjadi kaget, juga panik.
            “kalau bukan kamu siapa lagi hah?” si hera kembali berteriak, matanya seakan ingin merobek mahluk yang diteriaki. Satu persatu peserta ospek menundukan kepala. Takut jika namanya dipanggil. Ada yang menatap kaki, jari tangan, sepatu, dan semua yang bisa membuat wajah tertunduk. Toto bangkit dari posisi bersila dan mengatur langkah yang kaku menyusuri celah barisan.  Di depan ariel yang awalnya tampil dengan rasa percaya diri penuh, kini tak ubah layaknya seekor cacing yang siap dijadikan umpan. Aril sic acing berkacamata tertancap di kail - dengan was-was menanti untuk diterkam.
            “kalian tahu apa kesalahan mereka?” Tanya sang senior pada para manusia-manusia yang kepalanya tertunduk. Namun sama sekali tak ada balasan suara.
            “kalian tahu tidak?” suaranya yang lantang mengakibatkan urat lehernya menonjol hampir pecah
            “tidak tahu kak!, tahu kak!” dua jawaban bertentangan diucapakan bersamaan, saling menindih.
            “yang keras jawabnya!” dan kali ini tak ada yang menjawab.
            “Ok..!” ia berusaha menenangkan diri sejenak. “dua orang begundal inilah yang telah memecahkan rekor peserta ospek. Kalian tahu rekor apa yang mereka pecahkan?” tanpa menunggu jawaban kata-katanya terus mengalir.
“belum pernah ada sejarah di kampus ini, bahwa ada peserta ospek yang baru hadir ketika rektor telah berpidato selama dua jam. Inilah dua ekor kecoak tersebut” tangannya mengerah pada toto dan aril,  namun kata-kata mutiaranya belum selesai sampai di sini. Ia kembali melanjutkan
“mereka berdua inilah peserta ospek yang  membuat seluruh dosen dan dekan menjadi muak dan semakin memantapkan penilaian bahwa mahasiswa teknik adalah  mereka yang paling lama dan paling cepat. Lama masa studinya di kampus, lama ngerjain tugas, lama jika meminta ijin untuk buang air. Cepat bosan dalam ruangan kuliah, cepat membuat sobek bagian lutut celana lantaran ingin tampil beda, cepat emosi jika disenggol anak fakultas lain, ingin cepat-cepat pulang kampus. Bikin malu saja kalian ini!” sambil berjalan menuju bangku di depan ruangan ia menancapkan pandangan pada dua mahluk yang dianggapnya sebagai begundal. Tak ada kata yang mengalir dalam ruangan. Semua mata  tertunduk terkecuali para senior berjumlah dua puluhan orang yang berdiri congkak di depan, laksana pengawal yang siap menunggu komando sang jenderal. Aril dan toto semakin pucat saja wajahnya, tak mampu menyembunyikan kegelisahan. Aril memelintir jari-jari seraya sesekali menaikan kacamatanya yang sesekali melorot. sementara toto tak melakukan gerakan apapun, hanya dadanya yang kembang kempis ,menandakan ia masih bernyawa.
            “kalian berdua akan dihukum hari ini, atas ulah dan tindakan kalian pada hari pertama ospek. Kira-kira apa tindakan yang pantas untuk mereka berdua” Tanya seorang senior wanita manis berlesung pipit” namun tak ada jawaban apapun. Mereka, para para ondel-ondel yang lain tak mau mengambil resiko untuk dipanggil, jangankan bersuara menatap wajah para senior pun merasa tak mampu. Gadis berlesung pipit terus bertanya.”apa hukuman yang patut diberikan pada dua orang ini?” Mungkin putus asa tak mendapatkan jawaban si wanita melanjutkan. “Baiklah, kalau begitu kami sendiri yang akan menentukan” mereka pun berembuk, saling berbicara dengan suara yang pelan. Gaya mereka seperti anggota dewan yang sedang melakukan lobi-lobi politik, bedanya kalau rapat dewan ada yang sering tidur, maka di tempat ini tak ada kata itu. Sebab menentukan eksekusi hukuman merupakan kegiatan yang asik bagi mereka. Begitulah nasip mahasiswa baru dalam ospek. Kegiatan ini juga sebenarnya kebanyakan diartikan para senior sebagai ajang balas dendam, terlebih bagi para pejantan seperti sang ketua DPMF. Inilah ajangnya tebar kekuasaan dan pesona. Melayangkan karisma hingga menembus langit ke tujuh.
Lima menit berlangsung, diskusi kecil telah selesai dan hasilnya sebentar lagi akan diumumkan.
            Andi supardi sang ketua DPMF mulai membuka suara namun pandangannya tak tertuju pada seorang pun dalam ruangan. Ia asik membiarkan matanya menikmati jendela yang ditempeli debu “apa sebenarnya maksud kalian masuk perguruan tinggi?. sudahlah kalian tak perlu menjawab. Jawabnya nanti saja karena sebentar lagi akan ada eksekusi bagi dua begundal ini” telunjuk dan matanya berpaling dari kaca jendela berdebu menuju dua begundal yang disebutnya. Tatapan seperti ingin menyunati para terpidana ber ulang kali. Dalam isi kepala, toto hanya bisa menerka-nerka hukuman apa yang akan diterima nantinya. Sementara aril hanya berharap agar ia lekas terbangun jika ini mimpi. Dua orang senior wanita lalu mendekati mereka. Entah kenapa harus wanita yang mengambil peran dalam eksekusi ini. Mungkin agar dua begundal tidak terlalu merasa terancam.
            “Buka kaos kaki kalian” ucap seorang dari mereka
            “yang kanan atau kiri kak?” Tanya toto.
            ”keduanya. Cepat…” dan dengan pasrah toto melepaskan sepatu kemudian apa yang dimintai. Sementara aril yang selalu menurut telah selesai dalam waktu kurang dari satu menit. Cepat dan gesit gerakannya. Benda yang diminta kemudian diserahkan.
            “heh! Siapa yang suruh nyerahin sama gua” ketus gadis berlengsung pipit.
            “ma… ma… maaf kak!” aril terbata-bata”
            “sekarang saling berhadapan!” andi supardi kembali turut andil dalam persiapan eksekusi ini. Dua terpidana mengikuti arahan yang diminta. Ruangan yang tadinya mengandung unsur ketegangan telah kembali normal. Para pesrta ospek yang sedari tadi memandangi lantai, kaos kaki dan sepatu  kini telah mampu sumringah sambil cekikan kecil menyaksikan eksekusi yang belum diketahui tipe dan jenisnya.
“gunakan yang sebelah kiri untuk menutup mata” tanpa dikomando dua kali, dua terpidana langsung bertindak. Aril melepas kaca mata dan sebelum kaos kaki selesai mengitari kepalanya, suara andi supardi kembali terdengar.
“masing-masing mengikat mata temannya”
”ia kak” sahut aril dan toto dengan suara yang terdengar gugup.
“dan dengan demikian resmilah acara eksekusi ini dimulai” suara ini dikenali aril sebagai gadis berlesung pipit. Dua bakal sahabat ini benar-benar merasa dikebiri haknya. Namun apa boleh buat. Ini adalah ospek di mana hak asasi para mahasiswa baru untuk sementara dikebumikan, dikubur jauh kedasar bumi.
“mewakili semua dewan mahasiswa teknik saya menyatakan bahwa dua orang yang berada di depan adik-adik sekalian ini adalah para penjahat fakultas. karena membuat malu kami selaku para senior, mencoreng wajah dekan fakultas teknik, serta membuat malu semua mahasiswa teknik. Maka dengan ini saya nyatakan bahwa mereka berdua bersalah” seperti merasa di persidangan aril dan toto mendengarkan apa yang dikatakan barusan. Jantung berdenyut, nafas naik turun, kaki tanpa sepatu dan kaos kaki semakin merasakan dinginnya lantai ruangan. Dengan mata terikat dua begundal dinyatakan bersalah tanpa diperiksa, tanpa pengacara. Hak membela diri dikurung dalam kurungan seluas 1 . Sesak, sulit untuk  bernafas apalagi bergerak.
“yang kanan masukan ke mulut” lanjut supardi. Namun tak ada gerakan apapun dari mereka berdua.
“ayo masukan!”
“hei kalian berdua dengar tidak!” andi supardi mulai bersuara keras.
“lihat mereka berdua ini” serunya kepada peserta ospek. Lalu dilanjutkannya.
”kalian telah terdaftar sebagai mahasiswa universitas apabila lulus dalam kegiatan ospek. Dan salah satu persyaratannya adalah kalian harus mengikuti ospek fakultas. nah untuk dinyatakan lulus dan tidak adalah wewenang panitia. Rektor pun tidak bisa mengganggu gugat keputusan ini. Kalian semua camkan itu, jadi jangan berharap lebih jika tak mau diatur dan dibina. Kalau tidak mau di bina, akan dibinasakan” panjang lebar sang ketua DPMF menjelaskan
“tapi kak! Bukankah ini terlalu berlebihan?” dengan perasaan gugup yang berada di  level 1002 toto berusaha membela diri. Itu pun dengan suara yang terbata-bata dan terkesan ragu. Sementara aril hanya diam, tanpa suara. kepalanya tertunduk dengan mata yang diikat. Mereka berdua seperti tawanan perang timur tengah. Bedanya hanyalah tak ada orang di timur tengah yang berperang dengan dandanan yang mirip ondel-ondel.
“Kalian ingat formulir ospek fakultas yang telah kalian tanda tangani?”
“ingat kak..!” sahut para peserta ospek yang nasipnya tidak sial seperti aril dan toto.
            ”dalam formulir itu berisikan kesedian kalian untuk ditempa mentalnya. Apabila kalian merasa dirugikan dengan cara-cara yang kami tempuh silahkan lapor pada pihak panitia, bisa juga rektorat. Atau sekalian lapor sama polisi. kalian ingat pernyaan yang telah kalian tandatangani kan?”
“ingat kak” jawab ondel-ondel yang tidak dieksekusi secara serempak.
“saya ulangi lagi biar dua begundal ini ingat” satu persatu pernyataan pun dibacakan
“1. Kami bersedia ditempa mentalnya sebagai persyaratan menjadi mahasiswa di kampus ini
2. Para senior tidak pernah bersalah
3. Apabila para senior melakukan kesalahan lihat butir kedua dari surat pernyataan ini”  apa ada yang kurang jelas dengan pernyataan ini?
            “tidak kak” para ondel-ondel yang dicucut hidungnya menjawab. Aril memandangi rekan-rekansesama anggota ospek bukan hanya menjadi kerbau yang hidungnya dicucuk. Tapi juga diikat kakinya, diguling di tengah padang pisau belati, diarak keliling kotoran sendiri. Namun ia diam begitu sadar bahwa ia dan satu temannyalah yang menjadi kerbau
            “satu lagi. Di bawah pernyataan ada tanda tangan yang dibubuhi oleh kalian sendiri. Dan itu diikat dengan meterai. Jadi silahkan melapor kemanapun kalian mau”
 tantangannya melunturkan semangat protes toto. Dalam keadaan mata terikat dengan sangat tidak rela toto terpaksa memasukan benda bau itu kedalam mulut. Ternyata aril yang tak bersuara dari tadi telah disumpal mulutnya. Dan seperti itulah aril, dia hanya akan membantah apabila mengenai buku dan filsapat, selain dari dua hal itu dia hanya akan diam dan menerima. Dada toto nampak tak kembang kempis lantaran berusaha menahan napas. Dengan terpaksa dan penuh rasa jijik toto pun menikmati hal yang tak pernah ingin dicicipinya di dunia ini, jangankan ingin mencicipi, membayangkan pun tidak pernah. Dada yang tak kembang kempis tak berlangsung lama, dipastikan toto akan mati jika harus menahan nafas. Di tengah keadaan yang tak mengenakan bagi dua pejantan ini, tawa cekikan terdengar di antara para peserta ospek yang tadinya diam tak bersuara. Sementara andi supardi sang penggagas terdengar tertawa meledek seakan-akan ialah yang memiliki hak untuk mengkebumikan hak asasi seseorang.
            “seseorang dari panitia mendekat. Kedua tangan aril diraihnya dan kemudian dituntun ke bahu toto.
            “kamu jurusan apa?”
“Sipil kak”
“saya tidak dengar. Ayo yang lantang”teriaknya
“sipil kak” teriak toto dengan suara agak gemetaran. Tangan sang senior menyentuh kardus yang dibentuk mirip rompi kemudian membaca nama cantik toto.
“oh,,, aspal!!!!!! Nah aspal sekarang tugas kamu adalah menggiring si sekop mengelilingi barisan. Hati-hati! Jatuh dan tidak, terbentur tembok ataupun pintu bukan tanggung jawab kami. Kamulah yang menuntun?” pegangan sekop menjadi semakin kuat di bahu si aspal.
“eh, lagunya masih ingat kan”
“lagu apa kak?”Tanya toto
“kodok bencong”
“ingat kak”sebenarnya dia ingin mengatakan lupa. Namun ia tahu para manusia tak berbelas kasihan ini akan melakukan apa saja demi melihat dua ondel-ondel gagal produksi mengulum kaos kaki dengan mata tertutup sambil menyanyikan kodok bencong yang merupakan lagu favorit para penyiksa.
“nah sekarang buka angkat  kaos kaki dari mata kamu” pinta gadis lesung pipit. Keduanya langsung bereaksi gembira.
“akhirnya…. Bebas juga” ucap aril pelan
“plaakkkkk” dua pasang sepatu yang telah mereka lepaskan saat akan membuka kaos kaki berterbangan menabrak aril.
“kami nyuruh si aspal. Bukan kamu” dengan gerakan cepat penutup mata kembali dikenakan aril sambil menikmati hangatnya ciuman sepasang sepatu terbang yang satunya  untuk pipi kanan dan satu telak di jidat. Aril selamat karena tak ditimpuk dengan kekuatan penuh, kalau tidak bisa dipastikan poliklinik kampus akan dikunjunginya.
“sekarang lakukan orientasi” belum tiga detik kaos kaki di kapala toto telah diturunkan kembali oleh si lesung pipit guna menutup mata. Dan setelah memastikan mata toto tak lagi mampu melihat, aba-aba pun dimulai.
“ayo. Mulai dari sekarang” dengan ragu-ragu, takut kejedot pintu, tembok, dan tersungkur lantaran menabrak peserta ospek lainnya dua terpidana akhirnya menjalani eksekusi.
“kwek kwek kwek anak kodok mau lewat, kwek kwek kwek kodok jomblo kodok bencong”  langkah pelan desertai nyanyian entah karya siapa. Kedunya melangkah memamerkan kebodohan dan ketidak berdayaan, sementara suara tawa cekikan terdengar membahana.
“yang keras nyanyinya” teriak si pitung sok galak.
“kwek kwek kwek anak kodok mau lewat, kwek kwek kwek kodok jomblo kodok bencong”  langkah demi langkah, dan syair lagu masih yang itu-itu juga.
Gedebuk……………… suara tembok ditabrak
“akhhhhh… aduh… ufh”aril berada di atas menindih toto yang lebih dulu telah mencium manisnya tembok. Suara gelak tawa semakin menyesaki ruangan.
“ayo bangun” gitu aja ngeluh
“sakit kak” tutur toto kesakitan
“aku ngak ngerasa sakit kok” aril santai menjawab
“goblok… kamu nggak ngerasain nyium tembok sih” kesalnya
“udah dilanjutin” si pitung memotong perbincangan di tengah tawa yang membahana. Dengan ditumpangi aril toto sang motor kembali distarter dengan bunyinya yang masih sama. “kwek kwek kwek anak kodok mau lewat, kwek kwek kwek kodok jomblo kodok bencong” 
setelah merasakan tak berfungsinya indra penglihatan, mencicipi keripik kaos kaki dan tabrakan-tabrakan kecil akhirnya eksekusi selesai dengan kekalahan telak di pihak dua begundal. Dua benjolan muncul di jidat toto, satu benjolan plus lecet di pergelangan tangan aril. Namun itu belum seberapa, karena sebelum ritual berakhir aril dan toto dipisahkan secara diam-diam sejauh sepuluh meter, para senior mendekati aril, berbisik pelan dan kemudian diarahkan menuju toto yang sedang bersama gadis berlesung pipit. Aril yang bernama cantik sekop diberi kesempatan mencium senior berlesung pipit dalam keadaan mata yang masih tertutup. Alhasil tipuan para senior berhasil dengan predikat cumlaut. Sedangkan toto si aspal, matanya  terhalang kaos kaki, kedua kupingnya dicekoki headset dengan dentuman music rock keras yang menghalangi pendengarannya. Sementara gadis berlesung pipit berdiri di sampingnya. Si lesung pipit terus mengarahkan aril yang dituntun tangannya oleh si ketua DPMF sialan. Hasilnya pipi kiri toto tak lagi perawan disosor bibir kuda milik aril yang juga masih suci. Bagi mereka gurihnya kripik kaos kaki, sakitnya benjolan, lecet dan ditambah lebam di mata aril sewaktu ditinju toto  lantaran kumis yang  barusan ia cukur waktu pagi membuat toto sadar bahwa pipinya sedang dijamah seorang lelaki. Itulah rangkaian skenario pembantaian hak asasi karya andi supardi.
Sore setelah dilaksanakannya acara penutupan ospek ditandai dengan pembakaran atribut ospek sebagai lambang para peserta telah sah menjadi mahasiswa. Atribut-atribut dimasukan dalam kolam sampah masing-masing fakultas berukuran 5x5 dengan kedalaman 2,5 meter. Aril dan orang yang menciumnya berdiri berdekatan, memasukan topi berbentuk kerucut. Rompi dari kardus dan tas dari bekas karung beras terkecuali kaos kaki yang diperkenankan untuk dibawah pulang serta kaleng bekas minuman yang diperuntukan bagi para petugas kebersihan kampus untuk dijual guna menambah penghasilan. Untuk kemeja putih dan temannya celana panjang hitam para senior memberi kebebasan. Begini kira-kira kata mereka.
“kalau ada yang bersedia bugil yah monggo.. dibakar sekalian saja”
Setelah ritual pembakaran selesesai semua peserta yang telah resmi menjadi mahasiswa dikumpulkan masing-masing pada fakultasnya. Di fakultas teknik sendiri acaranya hanyalah saling minta maaf antara senior dan junior. Yang paling banyak dimintai maaf tak lain adalah dua begundal. Andi supardi, si lesung pipi dan konco-konco bergantian mengucapkan pujian atas mental dan kesabaran sekop serta aspal.
            “Gak apa-apa kok kak” tegas mereka berdua kala bersalaman dengan andi supardi serta yang lainnya.
            “enak aja lu.. gua enak lu ketawain. Nah giliran gini aja baru minta maaf. Maaf di hongkong” ketus aril dalam hati sambil berusaha membuat bibirnya melengkung ke atas agar senyuman semakin terlihat ikhlas, ikhsan. Nah beda lagi bisik toto dalam hati.
            “ogah, ogah, ogah,ogah…” dua puluh kali katanya masih seperti itu. Satu kata masing-masing untuk satu senior yang menyalaminya.
            Bayangan gedung kampus semakin menghilang seiring sore yang mulai berganti gelap. Aktifitas di kampus telah berkurang. Hanya beberapa mahasiswa dan dosen yang tampak lalu lalang di depan gedung rektorat. Para petugas kebersihan yang sedang memasukan kaleng minuman bekas atribut ospek kedalam kresek-kresek merah, dua manusia yang hari ini dikerjain habis-habisan tampak asyik menikmati bakso di seberang jalan depan kampus.
            “oh… jadi itu nama lengkap lu?” Tanya aril pada toto dengan mulut yang di dalamnya nongkrong mie dan garpu. Suaranya kurang jelas namun aril tahu maksudnya.
            ”asli mana sih lu?” Tanya aril dengan suara yang tak kalah kurang jelasnya
            “bapa gua orang ambon. Sedangkan ibu ya asli betawi. Tapi kakek gua dari remaja udah di Jakarta dan gak pernah pulang. Turun deh ke keluarga. Cuman tahu doang bahwa kita orang ambon. Tapi gak pernah mudik ke sono” toto panjang lebar
            “trus kalau elo?”
            “bokap ama nyokap yah asli sini”
”enak dong!” timpal aril
”enak apanya?” tiap hari pulang ke kampung halaman.
”ha ha ha.. bisa aja lu!”
”eh tapi jujur yah. Gua kesal bangat sama tu orang. idih, mentang-mentang ketua DPMF sombong bangat gayanya. Kalau gua kagak pikir-pikir, wah udah gua embat juga tu orang” kenang aril dengan sok jago.
            “eh tapi kenapa sih loe mau masuk teknik sipil?” sambung aril
            ”cita-cita gua dari kecil.”
            “wuih… kalo gua yah, waktu Tk pengen jadi tentara, waktu masuk SD pengen jadi dokter, nah waktu kelas tiganya pengen jadi pilot. Tapi gak tahu juga kenapa gua nyasar sampe di sini. Padahal waktu baru masuk SMA gua pengen bangat jadi sastrawan. Eh! tapi bisa yah cita-cita loe Cuma satu dari dulu sampe sekarang”
            ”ah! Siapa bilang. Beda-beda tipis lah sama lu. Tapi bedanya gua pengen juga jadi presiden”
            “sama berarti” jawab aril sambil menjentikan jari.
            “mas maaf yah mas.. kita udah pada mau balik. Ini jualan juga udah habis” tukang bakso mengingatkan dua orang yang baru berkenalan ini dengan dialeg jawa yang kental.
            “oh iya mas. Maaf yah mas. Keasikan ngobrol soalnya. Mas sih gak ngomong dari tadi” senyum ramah pun terukir di bibir si penjual.
            “berapa mas?” aril lalu mencabut dompetnya
“sudah biar gua aja”cegat toto
“dua belas”
“nanti lain kali kamu yang bayar” si penjual langsung menerima uang pemberian aril.
“mas tiap hari jualan di sini kan?”
“ia mas”
“ya udah ini duitnya mas pegang. Besok gua sama dia” belum selesai ucapan toto aril langsung menyambung
“aril” sambil menunjuk dirinya sendiri.
“iya gua tahu… gua sama aril makan di sini lagi besok” lanjutnya
“oh iya mas” sipenjual mengiyakan
“eh to, lu pulangnya bareng gua aja. Kan satu jalur” tangannya pun mengarah menuju si penjual yang menyerahkan uang kembalian
“kalo lu gak keberatan gua sih gak nolak”
“gi mana kalau gua nolak”canda aril
“ya udah gua naik bis”
“eh punya rokok nggak?”sambung toto
“gua nggak merokok”
“udah naik dulu. Di depan sana ada kios” motor butut keluaran tahun delapan puluhan itupun berdendang sumbang.
“mas…! Kita jalan dulu yah!”
“oh iya mas! Eh, jangan lupa besok ke sini lagi”
“iya mas”balas toto di sela bunyi brisik motor tua milik aril.
Motor merayap pelan mencumbu jalanan beraspal licin. Berkelok kesana kemari mencari celah kosong untuk kemudian menyalip mobil serta bus. Aril begitu mahir mengendalikan kuda besi tua yang dikenderai berdua. Perlahan kecepatan motor berkurang dan kemudian menepi di sebuah warung kecil. toto langsung turun dan menyerobot ke sana, dan sesaat kemudian telah keluar dengan sebungkus rokok. Satu batangnya telah terselip di bibirnya yang agak kehitaman, pengaruh nikotin begitu jelas toto ketika ada yang membicarakan bibirnya. Lampu-lampu penerangan jalan mulai menyala saat motor kembali melaju. temaramnya yang kuning keemasan menemani dua orang yang baru kenal membelah hitam jalanan beraspal yang makin dipadati kendaraan. Toto mengeluarkan Ipod dari dalam saku celana sampingnya, dan sesaat kemudian jemarinya mulai mengotak-atik ipod berwarna hitam ersebut. On - play list - Ari laso - Mengejar Matahari. Headset pun kemudian di masukan ke kuping, belum selesai keduanya dimasukan aril berbicara setengah berteriak seraya memalingkan wajah ke orang yang diboncengnya dan kemudian kembali menatap jalur lintasan motor.
            “bagi gua dong headsetnya”
            “apa?” Tanya toto berteriak
            “headsetnya.”
            “kenapa headsetnya?”
            “yang satunya pasangan di kuping gua”
            “kenapa? Yang keras dong ngomongnya”
            “bagi gua dong yang satunya” teriak aril keras
            “oooh..” totopun mengiyakan seraya berusaha memasukan headset sebelah kanan di balik helm.
       Di sini ada satu kisah…
Cerita tentang anak manusia
Menantang ruang dan waktu
Mencoba mencari makna diri…………...
Motor masih melaju sementara dua mahasiswa baru yang barusan ditelanjangi harga dirinya di kampus tengah tenggelam dalam pikiran masing-masing. Musik dari ipod membuat perjalanan pulang terasa melankolis bagi dua manusia yang baru saling kenal ini. Ari laso selesai kemudian digantikan bomerang, padi, slank dan yang lainnya. Selepas lampu merah laju motor semakin berkurang, dan kemudian berbelok ke kanan, dan kemudian menyusuri gang yang hanya bisa dilalui dua kendaraan roda dua. Setelah itu berbelok ke kiri melewati sebuah mushola.
            “pokoknya nanti kalau kesini lagi elo hitung aja, rumah ke tujuh dari mushola ini” terang toto
            “ke tujuh yah!” sambil menganggukan kepala
            “kalau elo pikir ketujuh terlampau jauh. Boleh elo hitung sampai rumah ke empat aja”
            “emang rumah ke empat dari mushola rumah elo juga?”
            “bukan. Itu rumahnya dukun. Nah itu dia rumahnya” toto pun tertawa di sela bunyi motor aril yang berisik melintasi rumah dukun yang dimaksud
            “ah… gila benar lu. Emang lu pikir gua apaan” ia sempat terdiam dan kemudian dilanjutkannya lagi. “eh..tapi boleh juga tuh”
            “maksud lu?”
            “ntar kalau gua sudah bosan ngelihatin lu hidup. Kan bisa gua minta sama tuh dukun biar elo disantet. Ha ha ha ha ha…”
            “ah…. Garing lu. Balik.. balik.. rumah gua kelewatan tuh!” desak toto sambil melihat rumahnya yang barusan dilewati.
            “elu sih, ngobrol melulu” ejek aril
            “iyah! Guanya ngobrol dan elu kagak kan?” balas toto
            “he he he… dikit sih iya”senyum terukir di bibir aril. Toto turun dari motor kemudian melangkah kerumah yang telah mereka lewati sekitar tiga puluh meter. Sementara aril berusaha ekstra keras memutar haluan motor tuanya di gang sempit itu, namun motornya sama sekali tak bergerak, diam di tempat. Aril kembali berusaha menggerakan kuda besinya yang telah uzur, namun begitu berat seperti sedang ditindih dua kapal induk milik marinir amerika.  Tangannya kaku untuk memutar setir, kakinya tak mampu menggerakan porsneiling, napas tertahan dengan tatapan satu arah, jantung berhenti. Bibirnya tertutup rapat namun seperti ada kata yang ingin keluar dari sana. Bunga mawar, melati, kenanga, anggrek bahkan sampai bunga bangkai melayang-layang dipandangannya. Puluhan merpati berlalu di bola mata dengan gerakan sayap yang menghasilkan cahaya-cahaya tipis di balik bulu-bulunya yang halus. Tiba-tiba sesosok hawa keluar dari balik cahaya putih mengenakan busana panjang dan dibaluti jilbab yang tertiup angin, melambai pelan, harum parfum seharga dua miliar dolar tersebar memenuhi rongga hidung si joki motor. Semua pemandangan yang dilihatnya tersaji dalam slow motion, begitu emosional dan menghanyutkan.
            “maaf  mas” suara halus terdengar di kuping aril, namun kata yang didengar seperti alunan petikan harpa yang diirirngi dengan alunan sexofon.
            “mas… maaf mas. Bisa dipercepat nggak?” aril hanya terpaku mendengarkan music yang ada di kepalanya.
            “mas… halo.. bisa cepat dikit gak mas!!” sama sekali tak ada tanda-tanda kehidupan dari sang joki motor. Ia masih asyik dengan suasana yang ia rasakan sendiri. Merpati yang menggerakan sayap, mawar melati yang berterbangan serta harum semerbak yang memenuhi hidungnya.
            “Woe…… Lu budek ya?.” Suara keras seorang lelaki dari arah belakang. Mawar melati yang tadinya berterbangan tiba-tiba menghilang, ngacir entah kemana, sementara merpati dengan sayap yang bercahaya tiba-tiba rontok semua bulunya, kemudian terbang dalam keadaan telanjang tanpa bulu sehelai pun. Wangi parfum digantikan aroma minuman keras dari mulut sang lelaki yang tadinya berteriak keras.
            “woe…..! cepat kalau nggak gua makan lo” aril yang tadinya diserang sindroom kecantikan wanita tiba-tiba gemetaran lantas secepat kilat memutar haluan motor yang telah terasa ringan. Kerak bajunya ditarik lelaki tinggi dengan badan yang penuh tato.
            “lu pikir ini jalan milik nenek moyang lo?” amuk si tato.
            “maaf bang, maaf” jawab aril gemetaran, kedua telapak tangannya menyatu seperti orang sedang bertapa dan digoyang-goyangkannya.
            “maaf, maaf” gua hajar juga lu
            “bang dodi mabuk lagi ya?” si hawa yang membuat aril mengalami sidrom wanita cantik mengarahkan tatapannya pada lelaki bertato.
            “nggak kok dek!” jawab si tato
            “nih bau apaan? Abang tuh gak pernah sadar yah!” si mahluk manis merapatkan hidung di wajah lelaki yang dipanggilnya bang dodi.
            “nggak. Dikit doang kok” dodi si tato seperti anak TK yang memohon ampun pada ibu gurunya karena enggan bernnyanyi di depan kelas”
            “tetap aja bang” jawab si wanita kesal
            “ibu jangan dikasih tahu ya!” dodi memohon
            “udah mabuk-mabukan bikin rebut lagi” ucap si wanita, sementara orang yang bernama dodi lalu melepaskan cengkeraman dari kerak baju aril.
            “maaf ya bang” pinta aril
            “untuk aja ada adik gua. Kalau nggak habis lu!” gumam dodi pelan
            “kamu juga parkir motor di tengah jalan” sang wanita pun berlalu, begitu pula si tatoan. Sementara si aril hanya menikmati sisa pemandangan tanpa bunga-bunga maupun merpati, hanya lutut yang gemetaran.
            “ha ha ha ha ha…. Suara tawa terdengar dari jarak tiga puluhan meter”
            “teman hampir digebukin bukannya bantuin malah nongkrong aja di situ” kesal aril
            “kalau masalah sepeleh seperti itu gua sih malas. Maunya gua sih langsung berantem. hehehe”
            “ ia tapi guanya udah keburu bonyok dulu kalu nunggu gitu”
            “he he he… ayo masuk” pintu pagar pun direntangkan dan mulutnya kembali bergerak.
            “aslinya bang dodi itu orangnya baik. Dia memang sering mabuk, tapi tak pernah berantem, katanya sih cuman ngilangin stres. Gak tahu stress apaan dia. Dia itu kalau ngelihat orang baru suka digertak. Makanya tadi gua nggak mau turut campur karena gua tahu dianya hanya gertak doang. Luh lihat tatonya nggak?”
            “masih ada nih di biji mata gua. Apalagi yang gambarnya tengkorak” aril ber api-api sambil menunjuk kedua bola matanya denga dua jari
            “itu tato bukan permanen, tiap seminggu tatonya bisa tiga kali ganti rupa. Sepatunya gak usah dibuka” lanjut toto yang langsung mengetuk pintu. Namun aril tetap membuka sepatu karena toto si tuan rumah telah membuka sepatu
            “assalamu alikum… bu… ibu….” Pintu pun diketuknya setelah tidak berhasil membuka pintu yang biasanya tidak dikunci pada jam-jam seperti ini. Sementara kepala aril tengah menjulur kesana kemari menyapu pekarangan rumah toto yang luas. Pagarnya setinggi satu meter dengan warna kuning pucat. Tepat dari pintu pagar sampai teras jalan setapak dari kerikil membentang. Di kiri kanan setapak rumput hijau yang sepertinya rutin dipangkas tampak membentang laksana permadani hijau. Di sebelah kiri setapak tampak anggrek bergelantungan di batang pohon mangga setinggi dua meter yang tak begitu rindang. Sedangkan di kanan puluhan pot bunga tertata rapi. Malam yang telah menyergap membuat suasana teras rumah begitu tenang di tambah lampu teras yang tak begitu terang.
            “nyaman yah rumah lu!.” ucap aril namun tak di tanggapi
            “waalaikum salam…” suara seorang wanita terdengar menjawab salam dari dalam rumah. Beberapa saat kemudian ganggang pintu pun bergerak. Sesosok tubuh masih dalam balutan mukenah tampak tersenyum. Wajahnya masih kelihatan lembab, mungkin karena air wudhu belum benar-benar kering. Matanya tenang. Garis-garis tipis terukir di bawah mata dan juga dahi menandakan bahwa ia sudah tidak lagi muda.
            “eh… baru pulang yah!” sapanya ramah sementara toto menyentuh tangan sang wanita dan mengarahkan ke jidat.
            “iya bu, tadi di kampus sempat makan bakso jadi agak terlambat”
            “gi mana ospeknya. Eh, ini hari terakhir ospek kan?”
“apes, dikerjain habis-habisan. Iya ini hari terakhir. Eh bu, kenalin temanku”
“saya aril bu” seraya mencium tangan.
“ayo masuk dulu. Eh wajah kalian kenapa? Kok lebam gini sih!”
“tadi kejedot tembok bu, waktu disuruh jalan sambil tutup mata sama para senior”
“trus kalian nurut?”
“mau gimana lagi bu!”
“ya udah mending duduk dulu biar ibu ambilkan air panas sekalian siapin makanan buat kalian berdua”
“gak usah bu, ini juga aku udah mau balik”cegat aril
“emang tinggalnya di mana?” Tanya bu ijah, ibunya toto
“di cakung bu”
“ah, kan dekat saja dari sini. Tinggal motong jalan doang kan” aril pun tak mampu menolak tawaran makan malam.
“bapak mana bu?” Tanya aril sok akrab
”masih di mushola. Biasanya habis isya baru ulang.
“Ya udah ibu ke belakang dulu”
“toto. Cewe yang tadi sama sama mahluk bertato tadi siapa?”
“orang lah. Masa hantu”jawab toto se enaknya” dan kemudian berlalu meninggalkan mahluk berkacamata sendirian di ruang tamu.
“siapa sih namanya?”
“emang kenapa? Naksir ya lu?” jawab aril dari dalam kamar yang hanya berbatasan dinding dengan ruang tamu.
“kan cuman nanya. Emang gak boleh?”
“boleh sih”
“Nah terus?”
“terus apaan?” jawaban aril mengecoh
“gak nyambung ah ngobrol sama lo”
“he he he… santai kawan!” Jawab aril yang barusan keluar dari kamar dengan mengenakan celana selutut serta kaos berwarna hitam. Ia pun langsung menyandarkan punggung pada sofa ruang tamu.
“tapi sumpah to, dianya cantik yah!” dia pun tersenyum sambil membayangkan wajah gadis yang sempat membuatnya terpana sekaligus ketakutan karena kakaknya yang tatoan.
“namanya syela. Rumahnya deretan ke tiga dari sini”
“syela.. syela.. mahluk tuhan yang indah. Karya kesempurnaan tuhan lewat jalan pertemuan ayah dan ibunya. andai saja aku lihat senyuman di wajahmu tadi maka hidupku akan terasa lebih sempurna” aril berpuitis
“ngomong apa sih lu? Gua gak ngerti”
“kawan.. hanya seorang maestro seni yang mampu mengabadikan keindahan lewat kata-kata. Contonya ya kayak aku ini” jelas toto. Dan dari kata-kata aneh yan barusan di dengar, toto jadi yakin bahwa sahabat barunya ini benar-benar produk klasik yang harus dilestarikan.
“widih… makin gak ngerti nih gua sama kata-kata lo” ledek toto. Namun mendengarkan hal seperti itu aril kembali berpuisi fals
“pengetahuan dicairkan dengan pemahaman dari dalam pengetahuan itu sendiri. Begitu pula puisi dan keindahan” sadar akan hal-hal aneh yang diucapkannya aril kemudian tertawa cekikan sambil membenarkan letak kaca matanya.
“ha ha ha ha… gia lo. Perasaan kita baru kenal gua udah merasa dekat bangat ama lo. Tapi sumpah lu itu spesies langka yang harus dilindungi”
“ha ha ha ha ha…  emang gua komodo yang hampir punah? Tapi iya juga ya! Gua juga ngerasa nyambung ama lo. Tenanglah, emang kalau jodoh nggak kemana”
“lo pikir gua homo”
“ha ha ha ha… siapa tahu kan. Tapi gua tetap mau kok, biar pun elo homo” canda aril
“amit-amit deh”
“he he he he..”
“lagi ngobrolin apa nih?” ibu ijah telah berada di ruang tamu seraya membawa nampann berisi air panas dan dua handuk kecil
“nggak kok bu. Makasih ya bu” jawab aril seraya mengambil nampan dan handuk.
”apa benar kalian kejedot tembok? Apa jangan-jangan berkelahi” selidik ibu toto
“sejak kapan sih bu aku berantem sama orang”
“nggak kok bu”potong aril
“he he he. Ya udah. Selesai ini langsung makan. Eh siapa tadi namanya nak?, ibu lupa nih”
“aril bu”
“oh iya. To, ajak si aril ke kamar sekalian ambilkan baju sama celana. Biar pakaiannya diganti dulu”
“nggak usah repot-repot bu”
“nggak ngerepotin kok. Kalian satu fakultas kan?”
“iya bu. Satu jurusan pula” timpal toto
“nah dari sekarang nak aril anggap saja ini rumahnya nak aril juga. Anak kuliahan itu kan sering nginap di rumah teman. Jadi mulai sekarang perbiasakan diri dengan semua orang yang ada di rumah ini” terang bu ijah panjang lebar.
“iya bu!” angguk aril
“nah gitu dong. Eh kalian berdua nggak mandi dulu?” sambung beliau
“malas ah bu. Besok pagi aja”
“ya udah terserah. Emang yang bau keringat ibu. kan kamu!” dengan senyuman yang disapa ibu pun melangkah ke ruang makan. Namun belum menghilang dari pandangan beliau kembali bersuara. “aril handuknya toto ada di kamar mandi. Kamu nggak mandi juga?”
“ma.. ma… mandi bu. Tapi setelah ini wajah diberi air panas dulu”
“buruan, keburu dingin makanannya”
“iya bu”
“satu-persatu mereka bergantian memasukan handuk kedalam nampan yang berisi air panas, dan kemudian memeras lalu menempelkannya di wajah”
“eh toto! Ibu lo asik yah!” ujar toto di sela kegiatan mengelap wajah tersebut.
“asik nggak asik sih. Sama juga sih kayak ibu-ibu yang lainnya. Kadang baik, kadang ya cerewet” tangannya lalu mengarah ke saku celana. Dikeluarkannya rokok juga korek api lalu disulutnya. Kepalanya melongok dari tepian dinding ruang tamu menuju ruang makan. Memastikan bahwa ibunya masih berada di sana.
“ibu lu marah yah kalau elonya ketahuan merokok?”
“nggak juga sih. Cuman nggak enak aja” sembari berkata demikian disemburkannya asap dengan pelan lalu dikibaskan dengan telapak tangan. Berusaha agar kepulan asap cepat menghilang.
“eh! kamar mandinya sebelah mana?”
“lu lurus saja ke belakang trus belok kiri” jangan khawatir kaga bakalan nyasar ke tanah abang kok”
“he he he he… sudah selesai belum? Biar sekalian nampannya gua bawa”
“sudah. Tapi biar gua aja yang bawa!” dan aril pun bermaksud melangkah menuju tempat yang dimaksud dengan membawa nampan serta dua handuk kecil yang telah selesai mereka gunakan.
“Baguslah kalau gitu. Jadinya gua bisa asyik nikmatin rokok” kalimat itu diucapkan ketika tangan aril menyentuh nampan
“he he he. Kalau gitu gua tinggalin yah, biar lu yang bawa ke belakang”
“alaa..h udah terlanjur. Sana sekalian”
Aril lalu menyusun langkah kaki menuju kamar mandi yang terletak di samping ruang makan.
“taruh di situ saja ril” telunjuk ibu mengarah pada sebuah meja kecil
“di sini ya bu” tanya toto dijawab anggukan kepala
“handuk toto yang biru”
“ia bu”

            Tahu goreng, telur ceplok serta nasi hangat menjadi menu mala mini. Aril dan toto benar-benar menikmati yang tersaji di atas meja makan.
            “seadanya saja ya ril!” ucap ibu
            “ini juga sudah lebih dari cukup kok bu!” jawab aril dengan mulut penuh makanan yang menyebabkan suara agak kurang jelas. Segelas teh manis hangat diseruputnya dan kemudian diulanginya perkataan.
            “ini juga lebih dari cukup kok bu. Aril beruntung yah punya ibu jago masak he he he” seraya memandang bu ijah
            “bisa aja kamu ini” sambil tersipu malu kalimat itu diucapkan nyonya rumah.
            “bapak kok belum juga pulang” tanya aril
            “biasanya jam segini sudah di rumah” potong toto
            “mungkin sedang rapat buat proses renovasi mushola kali” jelas ibu
            “nak aril sudah kasih kabar orang rumah belum kalau masih di rumah teman?”
            “sudah kok bu. Tadi barusan aku nelfon ke rumah” percakapan tiba-tiba berhenti ketika terdengar salam dari ruang depan.
            “assalamu alaikum…”
            “waalaikum sallam…” balasan salam serempak dari toto dan aril. Dua wanita remaja pun telah memasuki ruang keluarga kemudian menuju ruang makan setelah sebelumnya meletakan mukenah dan sajadah di samping al-qur’an tepat di rak ke tiga sebuah lemari barlapis cat warna coklat tua. Keduanya lalu mencium telapak tangan. Pertama-tama ibu, toto dan kemudian aril yang tampak sungkan memberikan tangan untuk disalami.
            “ini anak ibu. maysaroh sama syarifah” diucapkannya satu persatu dengan maksud mengenalkan pada aril
            “saya aril teman barunya kakak kalian” aril sok akrab
            “iya kak..” ucap maysaroh yang paling tua di antara mereka berdua
            “kak aril satu fakultas yah sama bang toto?”
            “iya dek. Eh bu mereka kembar yah?”
            “bukan” jawab ibu pendek
            “habis mirip banget” sementara maysaroh dan syarifah hanya tersenyum
            “jarak kelahiran mereka cuma satu tahun. Jadi tingginya juga hampir sama” ibu menjelaskan
            “bapak mana?” potong aril. Seraya memandangi syarifah
            “lagi rapat badan pengurus” piring bekas makan toto, aril, dan ibu pun ia angkat dan dibawanya.
            “kalian berdua langsung makan. Bapak nggak usah ditunggu, mungkin agak lama di mushola”
“iya bu” maisyaro mengiyakan ucapan ibu.
 Beberapa menit setelah selesai makan , aril, bu ijah dan toto telah berada di depan rumah menikmati suasana malam yang tenang. Satu- persatu para manusia lalu lalang. Beberapa anak remaja bernyanyi di gang dengan diiringi gitar. Temaram lampu gang menambah suasana kehidupan yang terus berputar dalam nasib roda dunia.
“bu.. makasih yah makan malamnya” aril lalu menyandang tas punggung setelah sebelumnya tangan kirin menyambar helm.
“nak aril ini ada-ada saja. Ya udah nanti hati-hati di jalan. Salam yah sama orang rumah”
“iya bu, nanti saya sampaikan. To besok nanti gua jemput, kita barengan ke kampus” lanjut aril
“sip” diangkatnya jempol
“eh bajunya sekalian besok gua bawa” jari telunjuk dan jempolnya mengapit bagian kerak kaos lengan panjang coklat.
“terserah kapan-kapan aja. ati-ati ya ril” tukas toto
“oke.. bu aku jalan yah! assalamu alikum” diraihnya tangan  lalu diarahkan ke jidat.
“waalaikum sallam..” toto pun ikut menjawab salam seraya mengantar sahabat barunya mendekati motor tua. ibu sendiri langsung menuju ruang keluarga dan tak lagi terlihat setelah terhalang dinding bercat putih ruangan itu.
“eh to! Siapa sih namanya tadi?”
“siapa?”
“si merpati lah”
“maksud lu apa sih. Kok jadi runyam gini”
“itu.. adiknya si tato” aril memaksa
“he he he…dasar lu”
“syela namanya”
“titip salam yah!”
“emang lu pikir gua tukang pos! malas guanya ah..” keluh toto
“eh to, amanat itu kudu disampaikan. Salah satu penghuni surga itu mereka yang ahli amanah”
“ustadz sudah seleai ceramahnya” senyum terukir dibibirnya
“he he he.. udah. Eh sampein yah salam gua please” dirapatkannya kedua telapak hingga menyatu dan di goyangkan di depan dada. Tidak sampai di situ saja, wajahnya pun mirip orang yang memohon agar tidak  dipancung.
“iyah, iyah ntar gua sampein”
“eh salam juga sama bokap lu. Kalo yang ini pasti lu sampaikan. Iya kan”
“eh, lu naksir juga yah sama bokap gua?”
“ya kalau elo ama nyak lu ngerestuin. Ha ha ha ha ha ha,” lawan ngobrolnya juga ikut tertawa. Lebih keras bahkan.
“gua jalan yah!” brum… brum… brum… suara setelah motor tua distarter
“hati-hati, jangan sampe nggak ngebut. He he he…”
“ingat kawan. Ahli amanah itu salah satu penghuni surga” suaranya keras mengimbangi bunyi mirip mesin pemotong padi. aril mengingatkan salamnya untuk  syela si merpati, sedangkan tawa tertahan di bibirnya sendiri.
“gila lu” Gumam toto. sementara aril telah  memacu kuda besinya menyusuri gang sempit mengambil rute yang sama sewaktu baru tiba. Begitulah tuhan mempertemukan dua manusia aneh dalam kegiatan yang juga aneh.
 Malam pun semakin melaju berusaha merenggut pagi serta segenap peraduan. Dan dari saat itulah dua anak manusia memulai keakraban, mengukir hari-hari dengan canda tawa serta segala enak dan tidak enaknya.

4 komentar:

Amalia'S mengatakan...

gookkiiillll
ditunggu lanjutannya

Muakrim mengatakan...

hehe... sippp, tunggu aja deh.. :)
thanks tuk kunjungannya...
jangan bosan-bosan b'knjung yah..
heheh (Ngarep)

Joung mengatakan...

Hehehe....
jadi teringat masa-masa kuliah nih. Eh gan kenapa gak digabug aja part 1 sama duanya. maksudnya biar kita enak bacanya gitu.

Muakrim M Noer'z mengatakan...

#Joung :
Sebelumnya terimakasih, Agan sudah mau berkunjung. Ia nih, rencananya pengen di gabung, cuman saya pikir pembaca bakalan kurang penasaran nantinya (tapi jangan khawatir, saya kan sudah masang Link untuk cerita sebelum n selanjutnya kok..) Ntar kalau sudah selesai semua ceritanya baru deh aneh jadiin satu, ini juga masih mikir-mikir cerita selanjutnya.. heheheh..
:D