Seorang sahabat pernah berkata kepadaku, “Yang mampu mengoncang pemerintahan di Negeri ini Cuma ada 5 kelompok.”
“Apa
itu broo?” Jawabku waktu itu dengan
dahi yang agak mengkerut. Sekedar info bahwa dahiku akan mengkerut jika obrolan
aku tanggapi dengan super serius.
Ia
menatapku tajam di sela diskusi kecil kami-yang waktu itu
berlangsung di bengkel kampus.
“1. Militer
2.
Orang terpelajar (Mahasiswa)
3.
Politikus
4. Rakyat yang lapar
5.
Media massa”
Cerita di atas adalah sebagian dari
kisah-kisah romansa pergulatan mencari identitas diri dan arah pikir yang
berlangsung beberapa tahun lalu sewaktu masih menjadi mahasiswa. Sampai
sekarang pun apa yang diungkapkan sang kawan masih saya benarkan.
1. Orde
lama pernah digoyang oleh militer,
2. Mahasiswa
pun sudah
3. Rakyat
lapar sudah sering melakukan hal itu
4. Politikus
– apalagi.
untuk kelompok yang namanya beda
tipis dengan Tikus ini, mereka bahkan
senang dan gemar akan yang namanya menjungkirbalikan ide dan kehendak, yah
intinya yang penting jangan sampai dijungkirbalikan sama lawan yang juga Tikus.
Semua
orang yakin bahwa media selama ini telah bertarung habis-habisan, menyuarakan
aspirasi rakyat kecil, menggalang kekuatan demi mendobrak aturan yang sengaja
ditikung oleh Pemerintah. Mereka ini “Media Massa” telah memberikan sumbangsih
yang begitu besar bagi perkembangan wawasan dan pengetahuan bangsa, maka saya
rasa tidak terlalu berlebihan jika kita menganugerahkan kelompok ini sebagai
para pahlawan yang selalu membela yang lemah. Mereka layaknya Zorrow, Spider Man, Batman, atau sampai
super hero kelas lokal ; Wiro Sableng;
Saras 008, Panji Manusia Milenium
dan teman-temannya yang lain.
Semua
orang yang telah sepuluh sampai dua puluh kali membaca koran - tahu apa itu wartawan dan Kuli Tinta. Mereka bekerja dengan mempertaruhkan nyawa, hal ini
lantaran tidak semua orang yang menjadi objek dari sebuah pemberitaan akan
merasa senang dengan apa yang muncul di lembaran kertas dan layar TV. Ya… kalau tidak ditikam, dipukul, ya’
dibunuh, atau namanya masuk dalam daftar orang hilang. Mungkin itulah resiko
bagi anda-anda yang ingin menjadi Kuli
Tinta.
Tapi benarkah Media Massa yang ada
di Republik ini telah memberikan yang terbaik bagi demokrasi dan keterbukan
informasi? jawabnnya bisa ia bisa juga tidak. Mengapa demikian?
Yah..
karena media telah dipolitisasi, media telah dijadikan gerbang untuk saling
lahap melahapi. Anda-anda pasti ada yang bicara, “Masa sih?? Akh.. yang nulis opini ini hanya ngawur, cuman orang bodoh doang
yang mosting tulisan kayak gini.” Wajar saja jika anda-anda beranggapan
seperti itu. tapi untuk diketahui apa yang saya muat dalam postingan kali ini
sudah barang tentu teruji dan bisa diterima oleh mereka yang mau melihat dengan
jeli apa yang saya sebut dengan “OPERA SABUN MEDIA MASSA INDONESIA.”
Siapa yang tidak akan bangga
menyaksikan siaran-siaran TV milik Anak Negeri yang dengan lantang, gagah
berani serta penuh keyakinan mengkritik pemerintah? Kita semua tahu tentang
kejeniusan Surya paloh yang menyerang pemerintah dengan senjata pamungkas
miliknya (Metro TV), atau kelihaian Aburizal Bakrie yang memuntahkan peluru
dari senapan TV One yang sekilas jika
dilihat dengan jeli selalu di arahkan pada SBY maupun saingannya (Termasuk
Surya Paloh tentunya.)
Mungkin di antara sekian penikmat
berita yang disajikan kedua stasiun TV tersebut tidak begitu jeli melihat
permainan bawah air yang dilancarkan oleh para majikannya. Kembali saya ajak
anda menuju berbagai kepincangan pemberitaan yang berusaha membawa alur pikir
para pecinta ke dua stasiun TV tersebut, anda tentu ingat disaat gencar-gencarnya
kasus lumpur lapindo bukan? Berapa banyakah
tayangan yang diangkat TV One atas permasalahan tersebut? Sangat kurang bukan? Bahkan
mereka terkesan ingin meninabobokan
masalah tersebut dengan cara mengekspos berita-berita murahan yang kurang berkualitas.
Bayangkan jika masalah lapindo ini tidak terbelit pada leher pemilik lapindo (Aburizal
Bakrie)! Sudah pasti media tersebut akan tampil paling depan dengan ketajaman
delik dan teoritis yang selalu akrab dengan ciri khas pemberitaan mereka. Yang jadi
pertanyaan dimana keberanian mereka yang bernaung dibawah manejemen tersebut? Dimana
ketajaman kritik yang selalu menghentak? Coba anda bayangkan jika lapindo itu
adalah milik SBY atau dedengkot partai-partai lainya, saya yakin ceritanya akan
menjadi sangat panjang dan penuh kritik pedaskhas asuhan Ical.
Bukan
tidak mungkin si Ical sengaja meredam pemberitaan Lumpur Lapindo untuk membersihkan noda dan dosanya terhadap rakyat
kecil. Ini lantaran Aburizal Bakrie sengaja menggunakan media miliknya sebagai
lokomotif menuju Pilpres nanti. “Mengapa tidak?, siapa tahu saja rakyat lupa
dengan keganasan lumpur lapindo milik gue,”
mungkin si Ical akan menjawab seperti itu.
Lelaki yang breokan serta memiliki suara
serak juga lantang itu selalu mengucapkan kata ‘Restorasi’ hampir di setiap
kesempatan kata itu selalu diucapkan dengan penuh semangat yang berapi-api. Yah’
dia adala Surya Paloh.
Jika anda-anda masih mengingat logo
dari Metro TV beberapa tahun yang lalu pasti anda akan bertanya ada apa dengan logo
Metro TV sekarang? coba anda bandingkan dengan lambang Partai Nasdem
Sudah
bukan rahasia lagi jika Surya Paloh berniat unjuk gigi di Pemilu nanti. Ini
terbukti dengan semakin gencarnya iklan serta promosi Partai Nasdem yang ia
nyanyikan lewat Metro TV yang merupakan miliknya. Peran serta dari Metro TV
dalam menggagas isu politik dalam tubuh pemerintahan pun tidak bisa diremehkan,
beramai-ramai semua orang lantas dibuat termanggu dan berujar syukur atas
keberanian dari presenter, reporter dan seluruh awak dalam menyajikan berita,
kegarangan mereka pun sama sekali tidak ada bedanya dalam menyajikan berita
promosi mengenai Partai Nasdem (kegarangan
yang menguntungkan Big Boss tentunya). Sekedar informasi ; Surya Paloh dulunya
merupakan salah satu pentolan dari partai Golkar, namun kini ia mendeklarasikan
Partai Nasdem setelah merasa terkucil di partai Golkar. Mungkin ini adalah
salah satu penyebab mengapa Metro TV sering memberitakan kebobrokan para kader
berjaket kuning, walaupun itu hanya baru isu.
Lantas apakah pemerintah langsung down dan merasa lemah? “Tidak,” itulah
jawabnnya. Tuan SBY yang terhormat rupanya punya strategi dan jurus handal dalam
mengatasi kecentilan Ical dan Surya. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya
satu media yang terlalu sering mempromosikan keberhasilan pemerintahannya (baca
buku Gurita Cikeas). Tidak sampai di situ saja, Tuan SBY malah merekrut pemilik
media massa (Jawa Pos Grup) untuk bergabung dengan pemerintahannya. Silahkan
anda lihat sendiri semenjak pemilik Jawa Pos Grup bergabung dengan pasukan
Pemerintah, bandingkan seberapa banyak berita pedas setelah dan sebelum Dahlan
Iskan bergabung dengan pemilik puri cikeas, saya yakin anda akan sangat
terkesiama.
Apakah media massa yang lain juga
terlibat dalam lingkaran Opera Sabun terkutuk ini? kita tidak bisa menjamin dan
memberikan Balck Point untuk hal ini,
tapi sekedar untuk diketahui bahwa liberalisasi Media Massa telah berlangsung
di Negeri ini, siapa yang punya modal maka dia yang menguasai Media Massa, dan
siapa yang menguasai Media Massa maka dia akan menguasai pola pikir serta
subjektifitas berpikir penikmat berita.
Masih pantaskah kita terlibat dalam
Media Massa yang dikomandoi oleh para elit tersebut?
Semua orang tentunya memiliki
nawaitu (Niat) untuk membeberkan kebenaran tanpa ada unsur rasa takut ataupun
dipojokan, namun apa yang bisa anda lakukan jika anda tidak memiliki wewenang
dalam hal tersebut. Tapi tak apalah, selama niat anda ingin melakukan yang
terbaik bagi Indonesia-mu maka lakukanlah. Tunggulah hingga angin kesadaran
meniup hati para pemain dan sutradara Opera
Sabun ini, atau jika anda merasa takut akan kekurangan bahan makanan dan
telah merasa nyaman di dalam lumpur maka teruslah terlibat lumpur sampai anda
mati.
Lantas apa yang harus kita lakukan?
Mulai
saat ini kita semua patut waspada dan curiga terhadap setiap pemberitaan dan
tak boleh langsung menelannya tanpa melakukan perbandingan-perbandingan. Hal ini
tentunya agar kita tidak ikut terseret dalam arus bawah air yang di tiup oleh
para sutradara Opera Sabun.
Pergi dan Mimpi
Aku bermimpi suatu saat koran dan
Tv bebas merdeka
Aku bermimpi suatu ketika tak ada
yang mengotori
Aku bermimpi satu waktu tinta dan
kamera tak lagi diganjal
Aku bermimpi satu masa mereka tidak
ditunggangi
Aku bermimpi suatu hari mereka
tidak lagi menerima amplop
................................................................................
................................................................................
Sayangnya aku hanya bermimpi
(eL_g. Noer'z)
kamar suram,26 Februari, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar