Sabtu, 25 Februari 2012

OPERA SABUN “MEDIA MASSA INDONESIA”
(Oleh : Muakrim M Noer'z Soulisa)








Seorang sahabat pernah berkata kepadaku, “Yang mampu mengoncang pemerintahan di Negeri ini Cuma ada 5 kelompok.”
“Apa itu broo?” Jawabku waktu itu dengan dahi yang agak mengkerut. Sekedar info bahwa dahiku akan mengkerut jika obrolan aku tanggapi dengan super serius.
Ia menatapku tajam di sela diskusi kecil kami-yang waktu itu berlangsung di bengkel kampus.
 “1. Militer
2. Orang terpelajar (Mahasiswa)
3. Politikus
 4. Rakyat yang lapar
5. Media massa”
            Cerita di atas adalah sebagian dari kisah-kisah romansa pergulatan mencari identitas diri dan arah pikir yang berlangsung beberapa tahun lalu sewaktu masih menjadi mahasiswa. Sampai sekarang pun apa yang diungkapkan sang kawan masih saya benarkan.
1.      Orde lama pernah digoyang oleh militer,
2.      Mahasiswa pun sudah
3.      Rakyat lapar sudah sering melakukan hal itu
4.      Politikus – apalagi.
untuk kelompok yang namanya beda tipis dengan Tikus ini, mereka bahkan senang dan gemar akan yang namanya menjungkirbalikan ide dan kehendak, yah intinya yang penting jangan sampai dijungkirbalikan sama lawan yang juga Tikus.

Satu yang tersisa, “Media Massa
Semua orang yakin bahwa media selama ini telah bertarung habis-habisan, menyuarakan aspirasi rakyat kecil, menggalang kekuatan demi mendobrak aturan yang sengaja ditikung oleh Pemerintah. Mereka ini “Media Massa” telah memberikan sumbangsih yang begitu besar bagi perkembangan wawasan dan pengetahuan bangsa, maka saya rasa tidak terlalu berlebihan jika kita menganugerahkan kelompok ini sebagai para pahlawan yang selalu membela yang lemah. Mereka layaknya Zorrow, Spider Man, Batman, atau sampai super hero kelas lokal ; Wiro Sableng; Saras 008, Panji  Manusia Milenium dan teman-temannya yang lain.
Semua orang yang telah sepuluh sampai dua puluh kali membaca koran - tahu apa itu  wartawan dan Kuli Tinta. Mereka bekerja dengan mempertaruhkan nyawa, hal ini lantaran tidak semua orang yang menjadi objek dari sebuah pemberitaan akan merasa senang dengan apa yang muncul di lembaran kertas dan layar TV. Ya… kalau tidak ditikam, dipukul, ya’ dibunuh, atau namanya masuk dalam daftar orang hilang. Mungkin itulah resiko bagi anda-anda yang ingin menjadi Kuli Tinta.
            Tapi benarkah Media Massa yang ada di Republik ini telah memberikan yang terbaik bagi demokrasi dan keterbukan informasi? jawabnnya bisa ia bisa juga tidak. Mengapa demikian?
Yah.. karena media telah dipolitisasi, media telah dijadikan gerbang untuk saling lahap melahapi. Anda-anda pasti ada yang bicara, “Masa sih?? Akh.. yang nulis opini ini hanya ngawur, cuman orang bodoh doang yang mosting tulisan kayak gini.” Wajar saja jika anda-anda beranggapan seperti itu. tapi untuk diketahui apa yang saya muat dalam postingan kali ini sudah barang tentu teruji dan bisa diterima oleh mereka yang mau melihat dengan jeli apa yang saya sebut dengan “OPERA SABUN MEDIA MASSA INDONESIA.”
            Siapa yang tidak akan bangga menyaksikan siaran-siaran TV milik Anak Negeri yang dengan lantang, gagah berani serta penuh keyakinan mengkritik pemerintah? Kita semua tahu tentang kejeniusan Surya paloh yang menyerang pemerintah dengan senjata pamungkas miliknya (Metro TV), atau kelihaian Aburizal Bakrie yang memuntahkan peluru dari senapan TV One yang sekilas jika dilihat dengan jeli selalu di arahkan pada SBY maupun saingannya (Termasuk Surya Paloh tentunya.)
            Mungkin di antara sekian penikmat berita yang disajikan kedua stasiun TV tersebut tidak begitu jeli melihat permainan bawah air yang dilancarkan oleh para majikannya. Kembali saya ajak anda menuju berbagai kepincangan pemberitaan yang berusaha membawa alur pikir para pecinta ke dua stasiun TV tersebut, anda tentu ingat disaat gencar-gencarnya kasus lumpur lapindo bukan?  Berapa banyakah tayangan yang diangkat TV One atas permasalahan tersebut? Sangat kurang bukan? Bahkan mereka terkesan ingin  meninabobokan masalah tersebut dengan cara mengekspos berita-berita murahan yang kurang berkualitas. Bayangkan jika masalah lapindo ini tidak terbelit pada leher pemilik lapindo (Aburizal Bakrie)! Sudah pasti media tersebut akan tampil paling depan dengan ketajaman delik dan teoritis yang selalu akrab dengan ciri khas pemberitaan mereka. Yang jadi pertanyaan dimana keberanian mereka yang bernaung dibawah manejemen tersebut? Dimana ketajaman kritik yang selalu menghentak? Coba anda bayangkan jika lapindo itu adalah milik SBY atau dedengkot partai-partai lainya, saya yakin ceritanya akan menjadi sangat panjang dan penuh kritik pedaskhas  asuhan Ical.
Bukan tidak mungkin si Ical sengaja meredam pemberitaan Lumpur Lapindo untuk membersihkan noda dan dosanya terhadap rakyat kecil. Ini lantaran Aburizal Bakrie sengaja menggunakan media miliknya sebagai lokomotif menuju Pilpres nanti. “Mengapa tidak?, siapa tahu saja rakyat lupa dengan keganasan lumpur lapindo milik gue,” mungkin si Ical akan menjawab seperti itu.
            Lelaki yang breokan serta memiliki suara serak juga lantang itu selalu mengucapkan kata ‘Restorasi’ hampir di setiap kesempatan kata itu selalu diucapkan dengan penuh semangat yang berapi-api. Yah’ dia adala Surya Paloh.
            Jika anda-anda masih mengingat logo dari Metro TV beberapa tahun yang lalu pasti anda akan bertanya ada apa dengan logo Metro TV sekarang? coba anda bandingkan dengan lambang Partai Nasdem

Sudah bukan rahasia lagi jika Surya Paloh berniat unjuk gigi di Pemilu nanti. Ini terbukti dengan semakin gencarnya iklan serta promosi Partai Nasdem yang ia nyanyikan lewat Metro TV yang merupakan miliknya. Peran serta dari Metro TV dalam menggagas isu politik dalam tubuh pemerintahan pun tidak bisa diremehkan, beramai-ramai semua orang lantas dibuat termanggu dan berujar syukur atas keberanian dari presenter, reporter dan seluruh awak dalam menyajikan berita, kegarangan mereka pun sama sekali tidak ada bedanya dalam menyajikan berita promosi mengenai Partai Nasdem (kegarangan yang menguntungkan Big Boss tentunya). Sekedar informasi ; Surya Paloh dulunya merupakan salah satu pentolan dari partai Golkar, namun kini ia mendeklarasikan Partai Nasdem setelah merasa terkucil di partai Golkar. Mungkin ini adalah salah satu penyebab mengapa Metro TV sering memberitakan kebobrokan para kader berjaket kuning, walaupun itu hanya baru isu.
            Lantas apakah pemerintah langsung down dan merasa lemah? “Tidak,” itulah jawabnnya. Tuan SBY yang terhormat rupanya punya strategi dan jurus handal dalam mengatasi kecentilan Ical dan Surya. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya satu media yang terlalu sering mempromosikan keberhasilan pemerintahannya (baca buku Gurita Cikeas). Tidak sampai di situ saja, Tuan SBY malah merekrut pemilik media massa (Jawa Pos Grup) untuk bergabung dengan pemerintahannya. Silahkan anda lihat sendiri semenjak pemilik Jawa Pos Grup bergabung dengan pasukan Pemerintah, bandingkan seberapa banyak berita pedas setelah dan sebelum Dahlan Iskan bergabung dengan pemilik puri cikeas, saya yakin anda akan sangat terkesiama.
            Apakah media massa yang lain juga terlibat dalam lingkaran Opera Sabun terkutuk ini? kita tidak bisa menjamin dan memberikan Balck Point untuk hal ini, tapi sekedar untuk diketahui bahwa liberalisasi Media Massa telah berlangsung di Negeri ini, siapa yang punya modal maka dia yang menguasai Media Massa, dan siapa yang menguasai Media Massa maka dia akan menguasai pola pikir serta subjektifitas berpikir penikmat berita.  
            Masih pantaskah kita terlibat dalam Media Massa yang dikomandoi oleh para elit tersebut?
Semua orang tentunya memiliki nawaitu (Niat) untuk membeberkan kebenaran tanpa ada unsur rasa takut ataupun dipojokan, namun apa yang bisa anda lakukan jika anda tidak memiliki wewenang dalam hal tersebut. Tapi tak apalah, selama niat anda ingin melakukan yang terbaik bagi Indonesia-mu maka lakukanlah. Tunggulah hingga angin kesadaran meniup hati para pemain dan sutradara Opera Sabun ini, atau jika anda merasa takut akan kekurangan bahan makanan dan telah merasa nyaman di dalam lumpur maka teruslah terlibat lumpur sampai anda mati.
            Lantas apa yang harus kita lakukan?
Mulai saat ini kita semua patut waspada dan curiga terhadap setiap pemberitaan dan tak boleh langsung menelannya tanpa melakukan perbandingan-perbandingan. Hal ini tentunya agar kita tidak ikut terseret dalam arus bawah air yang di tiup oleh para sutradara Opera Sabun.         







 
 Pergi dan Mimpi
Aku bermimpi suatu saat koran dan Tv bebas merdeka
Aku bermimpi suatu ketika tak ada yang mengotori
Aku bermimpi satu waktu tinta dan kamera tak lagi diganjal
Aku bermimpi satu masa mereka tidak ditunggangi
Aku bermimpi suatu hari mereka tidak lagi menerima amplop
................................................................................
................................................................................
Sayangnya aku hanya bermimpi
(eL_g. Noer'z)
kamar suram,26 Februari, 2012

Tidak ada komentar: