Lokasi Barat (Patoi) terjadi kepanikan saat jebolnya Dam Wae Ela |
1/2 Desa Negeri Lima dihantam air bah |
Natural
Dam Wae ela yang terletak di Desa Negeri Lima Kec. Leihitu
Kabupaten Maluku Tengah terbentuk pada Juli 2012. Tebentuknya natural Dum Wae
Ela ini dikarenakan terjadinya longsoran yang menghalangi jalannya aliran air
yang bermuara di Desa Negeri Lima. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
longsoran antara lain yaitu :
- Penebangan Liar yang dilakukan masyarakat setempat serta lemahnya sistim Pengawsan dan penindakan dari pemerintah dan pihak terkait terhadap person maupun kelompok-kelompok yang melakukan aktifitas illegal loging yang menyebabkan berkurangnya areal tadah hujan
- Curah hujan yang tinggi yang menyebabkan tanah menjadi ‘Jenuh’ (Tingginya kadar air tanah)
- Derajat Kemiringan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang tinggi
Korban yang diselamatkan nelayan |
Natural Dam Wae Ela terbentuk
setelah sekitar 2.100.000 m3 material berupa batu, tanah dan pasir menghalangi
aliran air, dan karena itu juga maka terbentuklah dam yang menampung air kurang
lebih sebanyak 19.800.000 M3. Sudah barang tentu dengan adanya Dam Wae Ela maka akan ada pula kekhawatiran masyarakat
Desa Negeri Lima jika natural dam terbesar nomor 1 di Asia Tenggara itu sampai
jebol. Mengingat struktur natural dam tidak bisa dikatakan kokoh lantaran
material tanah yang menjadi ‘badan’ dam merupakan tanah labil dan masuk dalam
kategori tanah yang gampang mencapai titik jenuh (Jenuh Air) belum lagi debit
air yang selalu meningkat lantaran intensitas curah hujan yang tinggi di areal
DAS
Kekhawatiran Masyarakat Negeri Lima
akhirnya terbukti. Hari kamis tanggal 25 Juli 2013, sekitar pukul 11.30 air
telah meluap melewati pembatas (Pasangan Batu kali) yang dibangun guna
mengantisipasi tinggi muka air yang selalu naik dan akhirnya menjebol Dam Wae
Ela. Untuk hal ini BMKG (Badan Meteorologi dan Klimatologi) pantas di acungi
jempol lantaran telah berhasil melakukan kalkulasi yang sangat tepat mengenai
kemungkinan jebolnya natural Dam Wae Ela karena pengaruh intensitas curah hujan.
kinerja dari BMKG ini lantas disambung oleh BNPB yang menyatakan bahwa
kemungkinan besar tanggal 25 juli akan terjadi Dam Break pada Dam Wae Ela. Namun hal ini tidak diikutsertakan
dengan kesigapan pihak-pihak yang terkait dengan bencana yang telah diramalkan
ini, yakni :
Mencari Keluarga |
B. Kelompok Gagap
1. BNPB
2. TAGANA
3. SAR
4. TNI
5. BPBD
Selain
itu juga pihak Kontraktor dan Badan Pemerintah pun patut disalahkan, yakni
kelomok-kelompok yang menangani pembangunan Dam Wae Ela ini, kelompok-kelompok
itu yakni :
B.
Kelompok Malas
1. Dinas PU dan instansi terkait lainnya
2. Pihak Kontraktor
Saya berani
mencaplok mereka sabagai sekelompok/badan yang gagal dalam melaksanakan
tanggung jawabnya. Penilaian saya ini terkait dengan kinerja yang terlihat di
lapangan. Hal ini berdasarkan pemantauan langsung pada 2 hari pra jebolnya Dam Wae Ela terhadap
kelompok ‘A’ yang saya namai sebagai kelompok ‘Gagap’.
Penyaluran logistik |
kebodohan
kelompok ‘A’ sebagai berikut :
1.
BNPB
sama sekali belum memiliki update data real tentang alokasi serta jumlah
pengungsi pra bencana. Hal ini terbukti lantaran saya bersama beberapa kawan
yang tergabung dalam Tim PAM (Pecinta Alam Maluku) dan MANTAB (Mahasiswa
Tanggap Bencana) di tugaskan untuk melakukan update data terhadap masyarakat
yang nantinya mengungsi kewilayah barat Desa Negeri Lima (Camp pengungsian
Patoi)
2.
BNPB
tidak memiliki data elevasi yang nantinya digunakan untuk meramalkan
wilayah-wilayah yang bisa terkena dampak dari jebolnya Dam Wae Ela. Saya berani
buka-bukaan dan berani bertanggung jawab terhadap apa yang saya cantumkan di
postingan ini. hal ini lantaran pada saat sehari sebelum jebolnya Dam Wae Ela
saya dan beberapa rekan yang tergabung
dalam PAM (Pecinta Alam Maluku) dan MANTAB (Mahasiswa tanggap Bencana) dimintai
bantuan untuk mengukur elevasi (dasar sungai, dan beberapa titik di Desa Negeri
Lima) dan yang lebih anehnya BNPB tidak memfasilitasi kami dengan GPS maupun
alat sejenisnya. Sekedar untuk ketahuan khalayak, bahwa GPS yang kami gunakan
adalah hasil pinjaman.
Penulis |
3.
BNPB
sama sekali tidak memiliki data mengenai kandungan kadar air yang terdapat pada
material badan dam (tanah, Batu dan Pasir). Sekedar pemberitahuan bahwa data kadar air yang terkandung dalam material
pembentuk dam sangatlah penting, data ini biasanya digunakan untuk mengetahui
seberapa kuat material mampu menerima beban dan tekanan dari isi dam (Air) dan
juga untuk mengetahui titik jenuh tanah terhadap air yang bisa menyebabkan
jebolnya natural Dam. Secara tidak langsung saya dimintai untuk menghitung
kadar air tersebut oleh seorang rekan dari LSM URDI untuk menghitung kadar
dalam material dam. Namun hal ini tidak sempat saya dan kawan-kawan laksanakan,
lantaran kondisi serta waktu sudah tidak memungkinkan.
4.
2
hari pra bencana Kami sempat mengusulkan kepada TAGANA dan BNPB untuk membangun
dapur umum di lokasi bagian barat (Camp Patoi) mengingat sebagian pengungsi
nantinya akan bermukim di camp tersebut. Namun dapur Umum yang nantinya berguna
untuk menopang keberlangsungan hidup pengungsi tidak direalisasikan, dan baru
ada setelah 3 hari pasca bencana. Bisa dibayangkan betapa kondisi pengungsi di
wilayah patoi harus survive untuk bertahan hidup dalam kurun waktu empat hari
tersebut.
5.
Sehari
pasca bencana, Tentara nasional Indonesia (TNI) yang selalu terlihat gagah dan
berani sudah tidak ada batang hidungnya di POS induk pemantuan (Sekitaran Rumah
Pejabat Pemerintahan Desa Negeri Lima) entah kemana mahluk-mahluk yang selalu
sok dengan setelan loreng ini. mereka-mereka yang seharusnya ada di garda depan
dalam menyikapi kondisi seperti ini malah raib, hilang ditelan kegagahan.
6.
Tidak
adanya persiapan logistik dari kelompok ‘Gagap’ ke wilayah barat (Camp Patoi) yang
jumlah jiwa warga yang bakal mengungsi diperkirakan sekitar 946 jiwa yang
terdiri dari orang dewasa, lansia, bayi dan balita. Mereka yang harusnya
bertanggung jawab menggunakan alasan putusnya sarana transportasi (jembatan, jalan,
derasnya air) sebagai alasan untuk tidak memasok logistic. Pada hari ‘H’. jika
itu adalah alasan yang diutarakan maka kita pun bisa mengajukan pertanyaan
seperti ini :
-
BNPB
telah mengeluarkan statmen beberapa hari sebelum bencana, bahwa pada tanggal 25
Juli kemungkinan Dam Wae Ela akan mengalami Dam
Break (jebol). Kenapa hal ini tidak
disikapi dengan langsung memasok logistik dan mendirikan dapur umum di wilayah
barat, apakah kelompok ‘Gagap’ ini terlalu bodoh untuk tidak membangun dapur
umum di wilayah barat? (Camp Patoi)
-
Apakah
jalur penyeberangan laut tidak bisa digunakan setelah sarana transportasi
terputus?
7.
Lantas
jika sarana Transportasi terputus kenapa Relawan-Relawan yang bekerja hanya
berdasarkan rasa kemanusiaan dan kepeduliaan bisa memasok logistic ke lokasi
barat (Camp Patoi) pada hari jumat pukul 02.00 dini hari dengan ,menyebarangi
sungai?. Sekedar pemberitahuan, bahwa Camp patoi telah dapat ditembus dengan
melakukan penyeberangan memotong aliran sungai pada sekitar pukul 21.00, yakni Sembilan
jam setelah jebolnya Dam Wae Ela.
8.
SAR
yang juga termasuk dalam kelompok ‘gagap’ sama sekali tidak kelihatan dilokasi
barat guna melaksanakan tugas. Masyarakat yang seharusnya dievakuasi malah dibiarkan
menikmati kepanikan. Saya menjadi saksi nyata bagaimana dengan gigihnya
rekan-rekan dari MANTAB dan PAM yang hanya berjumlah
3 orang melakukan evakuasi meskipun tanpa perlengkapan dan alat seperti yang
dimiliki oleh SAR yang kali itu saya caplok sabagai ‘banci’.
Sehari
setelah bencana terjadi Masyarakat Indonesia telah ditipu oleh media bahwa SAR
melakukan evakuasi terhadap keseluruhan korban yang hanyut disapu aliran air ke
laut. Padahal yang melakukan sebagian evakuasi korban tersebut adalah
nelayan-nelayan dari Desa Ureng dan sekitarannya.
9.
Pada
hari ‘H’ sebagian pengungsi di pos pengungsian induk (Latan) hanya mengkonsumsi
mie instant, sedangkan mereka yang bertanggung jawab terhadap nasib pengungsi
(TAGANA, BNPB dan badan-badan ‘gagap’ lainya justru menikmati ransum yang kaya
gizi, juga falbet yang nyaman.
10. Jika mereka selalu mengagungungkan
slogan tanggap bencana maka saya berani membantah hal tersebut. Sebab yang
dinyatakan tanggap bencana adalah segala sesuatu menyangkut penanganan bencana
haruslah telah disiapkan dari awal, apalagi BMKG telah mengumumkan kemungkinan
jebolnya Dam Wae Ela pada hari tersebut. Hal ini justru berbanding terbalik
dengan slogan Tanggap Bencana tersebut.
Kenyataan di lapangan pada saat Evakuasi dilakukan, para pengungsi melantai di atas tanah seadanya,
penerangan di dalam tenda pengungsian sama sekali tidak ada. Sedangkan Tenda-tenda
milik mereka yang dicaplok sebagai orang-orang yang tanggap bencana justru
terang benderang dilengkapi dengan falbet pula.
11. Sampai hari kedua sebagian pengungsi
masih tinggal di tenda-tenda pengungsian yang sabagiannya masih beralaskan tanah,
pada hari ke dua pasca bencana hanya terdapat 2 buah sarana MCK yang
dipungsikan untuk ribuan pengungsi.
12. Bukan rahasia umum bahwa mereka yang
tergabung dalam kelompok ‘gagap’ tidak memiliki korelasi yang baik. Bahkan ada
ego-ego konstitusi pada badan-badan pemerintahan ini.
Anggota PAM dan MANTAB |
Kebodohan Kelompok ‘B’ (Kelompok
Malas)
1. Dinas Pekerjaan Umum tidak mampu
mendesak pihak kontraktor untuk segera menyelesiakan proses pembangunan spill way dalam satu tahun setelah Dam
Wae Ela terbentuk.
2. Pihak Kontraktor pun harus bertanggung
jawab. Hemat saya yang saat ini bekecimpung dalam dunia konsultan konstruksi,
hal tersebut paling lambat dapat diselesaikan dalam kurun waktu 8 bulan. Mengingat
kontraktor yang menangani konstruksinya tergolong perusahan yang besar dengan
seabrek pengalaman dan bukankah data teknis untuk konstruksi telah dikantongi? Jika
alasan yang dikemukakan adalah lantaran cuaca maka hal itu adalah alasan bodoh
dan tidak masuk akal. Bukankah selama masa pengerjaan yang mencapai satu tahun,
mereka didampingi dua buah pompa air berkapasitas super besar? Belum lagi dana
ratusan milliard telah dikucurkan untuk program pembangunannya.
3. Bukankah intensitas curah hujan selama
setahun terkesan wajar, dan baru mencapai puncaknya terhitung 12 bulan setelah Dam
Wae Ela terbentuk. Lantas apa yang kontraktor kerjakan selama sebelas bulan
yang telah berlalu? tidak cukupkah waktu selama itu untuk melakukan pemadatan material
serta pembangunan spill way?
4. Berdasarkan penuturan masyarakat bangunan
penyanggah yang dibuat di bibir Dam yang berfungsi untuk memperlambat luapan
air tidak menggunakan Konstruksi beton bertulang, melainkan hanya berupa
pasangan Batu kali. Bagaimana mungkin konstruksi seperti itu bisa menahan
tekanan air dari isi Dam?
5. Saya berani menyangga penuturan salah
satu staf ahli pada proyek
Natural Dam Wae Ela, yang dimuat dalam Ambon Ekspres edisi JUMAT, 26 Juli 2013
yang menepis kalau rusaknya sebagian Dam Wae Ela (Dam Break) akibat rendahnya kualitas bangunan spill way maupun lambannya penanganan teknis. Alasan saya sebagai
berikut :
- Salah satu bagian pada bangunan
peluncur memiliki sudut kemiringan mencapai 60 derajat. Mana mungkin derajat
bangunan peluncur dibuat seperti itu (60 derajat) bagaimana mungkin koofisien
gesekan yang ditimbulkan akibat Scooring (gerusan)
tidak merusak struktur. Apa sih susahnya melakukan penimbunan dan pemadatan
guna menormalisasi sudut kemiringan bangunan peluncur? Saya heran bagaimana
mungkin mereka yang memiliki kapabilitas dalam bidang teknik bisa mengacuhkan
salah satu prinsip konstruksi (semakin krusial sudut kemiringan maka potensi Scooring terhadap struktur bangunan semakin
tinggi) lantas untuk apa pemerintah mengucurkan dana dari APBN yang mencapai
ratusan milliard tersebut? Apakah uang sebanyak itu tidak mampu digunakan untuk
melakukan pemadatan dan penimbunan sehingga sudut kemiringan dapat diubah?
- Normalisasi sungai yang dilakukan
terkesan asal-asalan. Bayangkan saja lebar badan air yang di normalisasi
rata-rata hanya selebar 6 m1 dengan kedalaman air rata-rata hanya 55 cm (data
saat pengukuran menggunakan GPS satu hari sebelum bencana) bagaimana mungkin
dengan dimensi seperti itu tidak terjadi penggerusan dan erosi? Bukankah semakin
sempit suatu saluran maka semakin besar gesekan yang bakal ditimbulkan? Apalagi
dengan debit air yang dimiliki Dam Wae Ela.
- Pihak yang mengerjakan Dam Wae Ela
tidak bisa mengelak dengan alasan waktu lantaran 11 bulan adalah waktu yang
sangat lama guna membangun konstruksi yang kokoh. Apalagi anggarannya mencapai
ratusan milliard rupiah. Otomatis dengan sumberdaya dan waktu yang tersedia
seharusnya Dam Break ini dapat
dihindari.
Terputusnya aliran listrik |
Berkaca dari pemaparan ilmiah di atas
maka saya berani mengambil kesimpulan bahwa Jebolnya Dam Wae Ela bukanlah murni
force mayor, melainkan akibat dari kelalaian.
Saya
sadar bahwa pasti banyak pihak tidak setuju dengan apa yang tertuang dalam
postingan ini terutama mereka yang sengaja telah saya sentil. Apabila ada
pembelaan dari para pimpinan maupun kroni-kroni dari kelompok yang telah kami
buat risau dengan ulasan ini maka saya juga memiliki pembelaan yang sangat
kuat, saya ulangi lagi sangat kuat. Hal ini terkait dengan realitas lapangan
yang terjadi :
1.
Tanggal
25 Pukul 01.00 dini hari pos induk pemantauan telah ditinggalkan. Dan yang
tersisa hanyalah tim MANTAB dan beberapa rekan PAM.
2.
Saya
memiliki dokumentasi (Foto dan Vidio) pada saat bencana terjadi, yang mana di
daerah patoi sama sekali tak ada satu pun batang hidung dari mereka-mereka yang
kami sebutkan di atas.
3.
Pada
pukul 03.30 dini hari tanggal 25 Juli (hari ‘H’) saat alarm masih berbunyi
seorang relawan bermaksud membantu seorang Lansia dan keluarganya guna menaiki
Truck BNPB menuju daerah pengungsian (Latan), namun dicegat oleh sekitar 3 orang
yang kemungkinan adalah anggota BNPB juga. Mereka mengatakan bahwa mobil
tersebut tidak difungsikan untuk evakuasi, si lansia pun diarahkan kemobil
truck milik perusahan yang menangani proyek Dam Wae Ela. Dan yang lebih aneh,
mobil milik BNPB yang gagal ditumpangi si lansia dan keluarganya juga akhirnya
menuju lokasi pengungsian dengan 3 orang tersebut. Riskan bukan?
4.
Koordinasi
yang kami bangun (Pecinta Alam Maluku & Mahasiswa Tanggap Bencana) bersama
kepala BNPB (Pak Bob) satu jam pasca bencana - mengenai kebutuhan para pengungsi
di wilayah barat (Camp Patoi) dan yang bersangkutan menyatakan
“Saya akan mengerahkan pasukan secepatnya
ke wilayah patoi”.
beliau
kemudian melanjutkan, “Upaya untuk masuk ke Wilayah Patoi akan dilakukan lewat
daerah Laha”. Seketika itu relawan di daerah Patoi yang hanya berjumlah tiga
orang dikabari agar tetap dilokasi guna menunggu logistic yang dijanjikan. Namun
bantuan yang dijanjikan sama sekali tak kunjung tiba hari itu. Hal yang serupa
juga diungkapkan oleh salah seorang petinggi BANSOS (Ibu Tini) yang menangani dapur umum, setelah beliau meminta data pengungsi
wilayah patoi dari rekan-rekan MANTAB dan PAM. Bayangkan sampai hari ‘H’ mereka
tidak memiliki data mengenai penempatan pengungsi yang telah direncanakan
jauh-jauh hari sebelumnya. Lantas apa yang dimaksudkan pemerintah dengan
TANGGAP BENCANA itu? Buat apa Simulasi bencana dilakukan dengan mengeluarkan
anggaran yang tidak sedikit jika hasil dari simulasi itu nihil?
Terlepas dari semua permasalahan dan kebodohan kelompok ‘GAGAP DAN MALAS’ lakukan, maka yang harus di pertanyakan adalah :
-
Buat
apa mereka semua digaji oleh rakyat?
-
Dimana
kematangan yang terjalin dan sengaja dipertontonkan di layar TV lewat simulasi
bencana yang terkesan disinetronkan?
Dan
yang lebih utama, dimana rasa kemanusiaan mereka-mereka yang gajinya dibayar
oleh rakyat?
Koordintor PAM (Ajan) sedang memberikan arahan Apresiasi yang sebesar-besarnya tidak patut diberikan kepada mereka-mereka yang bermental tempe yang dibiayai dengan uang rakyat. Dan slogan Tanggap Bencana saat itu harusnya diubah menjadi Gagap Bencana.
Rapat PAM Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan ketabahan dan kesabaran bagi saudara-saudara kita yang menjadi Korban jebolnya Dam Wae Ela Desa Negeri Lima.
Riki (Koordinator MANTAB) di pos induk Rasa haru dan bangga pernah bekerja sama dengan kalian, orang-orang yang hadir atas dasar kemanusiaan dan persaudaraan: Bang Gopal, Momon, Ais, Tom, Mance, Apu, Nharo, Akon, Riki, Brian. Rekan-rekan relawan dan koordinator Posko MANTAB, PAM, komunitas maupun perorangan yang telah memberikan bantuan baik materi maupun fisik, juga semua orang yang telah mengerahkan segala kemampuan demi kemanusiaan.
Bersama Tim Dompet Duafa menghibur anak-anak korban bencana |
menyeberangi sungai demi suplai logistik |
Bung Rudi Povic sibuk Menyortir bantuan |
Peta Areal bencana |