Rabu, 23 Mei 2012

Sekolah VS Nyawa
Anak – Anak ‘Sampan’  Kampung Gadong Menggapai Asa
(Anggota Dewan Provinsi Maluku)

Kamis, 10 Mei 2012. Di pagi hari selepas shubuh di Masjid Desa Tonujaya, pukul 06.00 WIT dengan speedboat kami (saya dan beberapa kawan yang menemani perjalanan Reses) menyusuri pesisir pulau kelang. Fajar mulai merekah di ufuk timur. Rencana persinggahan di pagi ini : Kampung Gadong Kecamatan Waesala Kabupaten SBB, Provinsi Maluku. Desiran air yang tenang, pegunungan pulau kelang yang menghijau, ceria diterpa cahaya pagi. Menampakan pemandangan merona.
Memasuki kampung Gadong, di kejauhan terlihat sejumlah perahu dan kole-kole (istilah orang Maluku untuk sampan tanpa penyeimbang) mungil bergerak perlahan. Ketika speedboat mendekat, nampak seragam merah putih menyembul dari perahu-perahu kecil mereka. Anak-anak belia itu mengayuh sampan dan perahu kecil menuju dusun Tiang Bendera. 
(Anak-anak Kampung Gadong)
Seorang bocah perempuan mungil sibuk menimba air dari dalam perahu. Gayung kecil ditangannya dipegang erat. Sang kakak yang usianya sepadan tegar menggerakan perahu kecil. Percikan air laut membasahi seragam keduanya. Beberapa buku tulis diamankan dalam tas plastik yang  telah disiapkan dari rumah. Jangan tanya mainan atau kelengkapan sekolah seperti anak-anak kota, itu terlalu mewah untuk mereka.
Kayuhan perahu di pagi buta, bukanlah sebuah keriangan khas anak-anak. Bukan pula pemandangan bermain menikmati dan membelah ombak. Kayuhan itu adalah perjuangan. Perahu-perahu kecil itu membawa mereka ke dusun tiang bendera, untuk menikmati hari-hari sekolah seperti anak-anak kebanyakan. 
            Anak-anak kampung Gadong, membangun asa setiap pagi, menemani semburat mentari, membelah laut dengan wajah sumringah, walau nampak kantuk kecil masih menyergap. Ketiadaan sekolah di kampung mereka, membuat mereka harus berjuang untuk mendapat pendidikan yang layak. Ke dusun Tiang bendera, itulah solusinya. Dusun tiang bendera yang berjarak 2 kilo meter dari kampung ini tidak memungkinkan untuk dilewati dengan berjalan kaki. Jalanan menaik, berbatu cadas terjal, membahayakan tubuh-tubuh mungil ini.  Terpeleset, nyawa taruhannya. Jurang menganga dan mengintai mereka. Keselamatan mereka terancam. Dalam kondisi musim panas sudah sebegitu, apalagi bebatuan licin yang membahayakan ketika musim hujan menderas. Tak ada cara lain, kecuali mengayuh perahu. Lakon yang dijalani setiap pagi. Berulang, ketika kokok ayam tanda memulai hari.

Ø  Kampung Gadong, Negeri Tanpa Sekolah
Kampung Gadong, perkampungan pesisir dekat dusun Tiang Bendera. Rumah-rumah beratap rumbia, berdinding papan, berjejer seadanya.  Memulai pagi dengan memegang jala adalah beberapa lakon keseharian.
Tidak ada sekolah setingkat SD apalagi SMP. Pernah dibangun SD Kelas Jauh Tiang bendera. Tujuannya agar siswa kelas satu dan kelas dua dapat bersekolah di situ.
Tubuh mereka terlalu mungil untuk menantang jaman, menaiki cadas terjal atau menerjang ombak bersama perahu-perahu kecil.
            Tahun 2007, seorang pemuda anak negeri kampung gadong, berbaik hati mengabdi di SD kelas jauh tersebut. Sambil setiap pagi mereka menanak pengetahuan, tubuh-tubuh mungil kelas satu dan kelas dua belajar menguatkan tekad, menambal tenaga. Perjuangan panjang untuk menuju dusun Tiang Bendera tentu harus dijalani ketika mereka kelas 3. Butuh tangan dan kaki agak kekar.
            Dua tahun berjalan, dari 2007 hingga 2009. Kelas jauh itupun terhenti. Sang pemuda lolos memilih menjadi PNS di Tehoru Kabupaten Maluku Tengah. Kisah sekolah terbengkelai menjadi cerita baru. Saat saya datangi, kelas beratap daun sagu itu tak lagi utuh. Sebagian atapnya diterbangkan angin. Dinding kelas dari papan, lapuk dimakan hari. Jauh dari perawatan. Bangunan sederhana hasil swadaya hampir roboh. Tak terurus. Lebih miris dari kisah laskar pelangi.
           

Selasa, 15 Mei 2012

Patimura Manangis Talanjang

Dorang bicara tentang beta
Dorang mangaku ana cucu beta
Dorang badendang untuk beta

Kata kapata jago balumpa
Parang tar salempang
Salawaku tar badendang
Tifa tahuri mar tar babunyi

Dorang bakalae karna beta
Dorang baku musuh karna beta
Dorang mangaku jago karna beta
Dorang bikin diri karna beta

Woe....
Beta dara mandidi
Beta kase karing aer masing

Woe dengar beta tabaos
Beta sele binaya
Beta bala Nusa Ina
Beta cincang Pulau Laki-laki
Beta Bunu meti

Mari ale…
Mari Upu…
Basumba
Ba-kapata

Stop malawang.

Beta kamong
Beta katong
Beta dong

Kata kapata jago balumpa
Parang tar salempang
Salawaku tar badendang
Tifa tahuri mar tar babunyi

Mending Hapus Beta,
Hapus Pattimura




eL. g. Noer'Z
Ambon, 15 Mei 012
 

Kamis, 10 Mei 2012

Infasi Tiga Pengikut

Kaki tangan ke 3-nya datang dari semua mata angin
Menyebar ke daratan bulat telur raksasa
Merebut lahan
... Tempat
    Posisi

Musa menangis di seberang semenanjung. 
Tongkat sakti di tusuk ke mata.

Yesus melompat dari Salib di bukit, 
lalu melilit leher dengan mahkota duri

Muhamad terjatuh dari unta, 
ia menuju gua hira. Disana ia benturkan kepala

Musa : "Inikah yg kau inginkan? Inikah yg mereka damba?" Musa menangis,  air dari mata bercampur darah. Mengalir bercampur asin laut merah

Yesus : Elia, Elia, Elia.. Tombak yg menghujam dadaku sama sekali tak perih. Elia! Lihat anakmu menangis. Apa ini yang aku ajarkan?" Lilitan mahkota duri semakin erat di leher

Muhamad: "Ya Rabb, Ya Rabb. Inikah yg kau janjikan dalam kitab kami semua? Inikah yg mereka mau?" Kepalanya membentur dinding hira, hingga laba2 pembantu tak sanggup membantu..

Para manusia dari semua mata angin merubah gurun jadi merah. 
Berlomba, saling memburu dan yang menang dapat sepetak tanah, sekaleng cat merah dan kuas dari tulang.
Lalu bebas menulis.
Silahkan melukis.

Musa, Muhamad, Yesus menuju Arsy.
Di sana ketiganya saling membelakangi.
Malu menatap, malu menyapa.
Semua ulah dari pengikut yang menabur cat merah.

Ketiganya melapor sang khalik
Musa: "Tuhan, aku mundur. Ini pengunduran diriku," biji mata di congkel lalu di serahkan.

Yesus : "Aba.. Aku lelah. Beri aku cuti untuk tidur selamanya," mahkota duri ia serahkan.

Muhamad: "Wahai Rabb, duhai kekasih. Aku kekurangan darah, aku butuh istiraht sembuhkan diri. Untuk selamanya," darah di kurasnya semua, lalu di serahkan.

Dari balik pembatas sang wahid berbicara
"Aku sudah tua. Biarkan aku beristirahat sejenak untuk melihat yg terjadi di bawah sana"

Saat Tuhan, Muhamad, Yesus dan Musa istirahat. Para penghuni dunia kehabisan tempat di bumi untuk melukis dengan cat merah. Mereka menyerang arsy di sana ketiga kelompok kembali mewarnai lokasi masing-masing.

Ketika seluruh arsy sudah berwarna merah.
Ketiga pengikut bercat merah perebutkan surga.

Dan ketika tak ada lagi yg bisa diwarnai di surga ketiga pengikut menerobos neraka.

Dan semuanya berwarna merah



mei 2011
eL-G.Noerz

Dedikasi :
_______Untuk korban peperangan dari para binatang bercat merah. Semoga damai Tuhan bersama kalian.




Untuk Hadijah
Wanita renta bertanya sendiri
"Bulan, kau belum juga pulang?"

... Wanita renta menjawab sendiri
"Ia sedang membersihkan kuburan"

Si renta terdiam di kursi usang, kata-katanya kembali terdengar.

"Mataku tak lagi menemukan cahaya, dan bulan belum juga pulang. Padahal ia berjanji purnama ke tiga dia akan datang. Membawakan selimut hangat rajutan persia juga kaca mata untuk membaca alif lam dan juga hamjah"

Wanita renta kini berdiri

"Bulan belum juga pulang. Padahal aku di janjikan mencium hajral aswad, jejaki safah marwah.

Renta mengatur nafas dan di lanjutkannya pelan

"Tapi tak apalah, sebentar lagi aku jejaki tanah juga bau bangkaiku yang meleleh"

Wanita renta kini bersila.

"Dia bilang hanya sebentar mencari biaya untuk 3 lembar kafan buatan cina"

Wanita renta kini bersujud

"Bulan. kini kau datang" tangisannya pecah.

"Dahului aku nikmati selimut,juga tanah dan bau bangkai. Kafan hadiah untuku juga kau pakai."

Tangisan renta masih terdengar.

"Pulanglah Nak. Biar kuburanmu aku yang bersihkan"

Renta tak bergerak. Bersuara pun tidak.
Ia diam, tenang. Dan tak ada kafan untuknya, juga orang yang bersihkan kuburan.

eL_G.noerz
2011
Sepeda dan Penggenjot

Untuk para pemegang kuasa
Untuk para pemegang bantalan cap
Untuk para peselancar
Untuk para pelakon bertopeng

Apa kau beragama?
Atau kau hanya meng-ada-ada
seperti naik sepeda milik bersama
Satu selesai yang lain pun menggenjot
Akh.... ini dunia begitu aneh
Siapa buang siapa
Siapa bonceng siapa
Ataukah para penggenjot harus dipancung?
Lantas itu sepeda buat siapa?
Aku punya ide..
Biarkan para monyet yang bersepeda
Monyet-monyet yang tak berpunya
Para monyet berpendirian
Monyet-monyet yang masih punya hati

Rasa-rasanya aku ingin menjadi monyet seperti itu
4 Naga Langit

Empat naga langit berkepala satu tertancap di mata angin.
Alihkan pandangan ke empat penjuru.
Timur, barat utara selatan.
Di sini timur mata naga terlalu lelah

Empat naga langit berkepala satu.
Menyemburkan api ke empat penjuru mata angin.
Timur,barat utara selatan.
Di sini timur... Api lebih panas, membakar, buat hitam kulit

Di sini arah timur Bung.
Tempat sengketa mata dan api
Di sana barat, utara, selatan
Naga betina ajak kawin - empat naga langit berkepala satu

Di sini timur, kloset empat naga berkepala satu titipkan najis.
Di sini timur bung
Tempat berbagai warna kain ingin berwarna warni

Naga langit..!
Ingat..!
Di sini timur
Jangan sampai kloset pecah.
Jangan marah jika kain ingin berwarna,
Ini arah timur Bung.

Kamar gelap 29-4-11
eL_g.Noerz