Kamis, 29 Desember 2011

10 Mata Dari Mata Angin
By: eL_g.Noerz








T e m p a t   K e j a d i a n
Sebuah Negeri
Di suatu tempat – Bumi Tuhan
Di jaman ini











P e m a i n :

Timur
Manusia lemah, kadang angkuh, dengan keindahan lekuk tubuh

Selatan
Dulunya bertubuh indah dan elok

utara
Si jujur yang kelewatan

barat
                                                      lelaki kaya raya. Pemberi pinjaman

Poros
Penguasa, penjajah, yang sombong dan angkuh. Menganggap segala sesuatu bisa didapatkan dengan uang dan rayuan


 (Lokasi pementasan gelap gulita ketika narrator membacakan puisi. Suara narrator mengikuti tempo petikan gitar. dimainkan dengan nada #minor7 (A, D, E, G, D, A) berulang-ulang sampai narrator selesai)

            Butiran pasir timur telah kerontang
            Tertiup angin pancaroba, terdampar di laut kaspia,
            Menyelam susuri Balkan lalu timbul di Tanjung Pengharapan
            Dan mati
           bagai bangkai di kerubungi burung nazar (LILIN DI NYALAKAN)

            Eoforia aurora Australia di selatan kutub malu mematung
            Berlari……… di ketiak sang dewi aborigin.
            Menangis…… mengadu……
            Ia terdiam tidak mampu bergerak
            Bumi telampau panas

            Geliat pengembara mematung. Tak ada pohon untuk berteduh.
            Semuanya tumbang jatuh tersungkur dalam kantong badut berbusana elit
            Kini tinggal ranting lapuk mencakar langit. Mega biru tak lagi biru
            Ia di perkosa……….
            Bumi……, tanah……..
            Ber-rahim bencana
           
            Anjing para Eskimo tak lagi menyalak
            Kukunya tumpul taring didempul
            Tajam mata dibantai halimun……..
            Balok-balok es mencair
            Kristal salju pudar
            Hanya darah…. darah
            Tinggal rahim berkaca di cermin retak
           
            Kita ; Para anjing hanya mendengus. Mulut terkatup.
            Tinggal mati menanti Saat  bumi memaki
                        
 (Timur muncul seiring petikan gitar menghilang. Wajah redup, Matanya sayu. Langkahnya benar-benar pelan. Menarik nafas panjang dan menatap langit, sesaat kemudian tertunduk mematung. Poros masuk dan berjalan santai dengan wajah congkak) 

Poros :
 “Tak perlu bersedu sedan seperti itu. Apa yang kau pikirkan?” (MENDEKAP PINGGANG TIMUR DARI BELAKANG DENGAN MESRA. MATA TIMUR TERPEJAM MENGHAYATI DEKAPAN. WAJAHNYA TERANGKAT MENATAP LANGIT DENGAN MATA YANG MASIH TERTUTUP, IA MENARIK NAFAS PANJANG DAN DI HEMBUS PELAN) “Apakah tidak cukup uang dan pinjaman yang aku berikan?” (TIMUR MELEPAS TANGAN POROS DARI PINGGANGNYA DAN MENJAUH BEBERAPA LANGKAH KE KANAN MEMBELAKANGI POROS)
TIMUR   :    
 “Aku ingat putra-putriku (TERTUNDUK). Aku ingat mereka di sana”  (PANDANGANNYA KEMBALI MENGARAH KE LANGIT. KEMUDIAN KEMBALI MENATAP POROS. POROS MELANGKAH MAJU, TIMUR SELANGHKAH MUNDUR, POROS SELANGKAH MAJU, TIMUR SELANGKAH MUNDUR.)

POROS    :     
“Sudah. Biarkan mereka di sana. buang jauh eforia kesedihan itu. Serahkan tubuhmu” (MEMBUKA KEDUA TANGAN LEBAR-LEBAR. SENYUM KECUT DAN SOMBONG. SENYUMAN YANG BENAR-BENAR MELEDEK)
TIMUR  :    
(MELANGKAH MUNDUR, TERDUDUK MENEKUK DAGU PADA LUTUT. MATA MENGUJAM TANAH. MENGHADAP PENONTON) “Kau tahu aku tidak bisa lagi lari darimu. Aku tak kuat. Terrlalu lemah” (MENARIK NAFAS PANJANG. MEMANDANGI POROS)
POROS :
(MASIH BERDIRI. MENARUH KEDUA TANGAN DI BELAKANG PINGGANG SERAYA MENATAP TIMUR YANG MASIH TERDUDUK DARI JARAK DUA METER. POROS TERSENYUM, KALI INI MAKIN KECUT. WAJAHNYA ANGKUH “Apa yang kau inginkan sekarang. Katakana saja. Uang? (BERKATA SANTAI)” (MELEMPAR 5 KEPING UANG RECEH. TIMUR MEMUNGUT DENGAN TERBURU-BURU.) “ha ha ha ha” (TAWA POROS MENYINDIR) “Apa susahnya sih tinggal bilang?” (KEMBALI TERTAWA MENYINDIR)
“Yang penting” (BERHENTI SEJENAK, MENDEKATI TIMUR YANG MASIH MEMUNGUT UANG DENGAN TERGESA-GESA KEMUDIAN MENGELUS KEPALA SI TIMUR YANG MASIH TERTUNDUK) “yang penting tubuh birumu bisa terus aku nikmati. Manisnya air liurmu masih bisa ku kuras” (SENYUMNYA PENUH CIBIRAN)
 TIMUR  :
(TELAH SELESAI MEMUNGUT. WAJAHNYA KINI TERSENYUM NAMPAK BAHAGIA. IA TERTAWA RIANG) “He he he he”
 POROS   :  
“Ha ha ha ha ha” (tawa keras)
TIMUR    : 
“Ha ha ha ha ha ha ha ha” (JUGA KERAS)
POROS    :  
“aku tak kuat melihat wajah bodohmu itu sayang. Aku harus pergi sebelum mati tertawa melihat wajah kumuhmu itu. Ha ha ha ha” (TERTAWA KERAS DAN MELANGKAH KELUAR)
TIMUR   :
"Hei……….!, nanti dulu. (BERDIRI DAN MELANGKAH MENDEKATI POROS YANG JUGA MASIH TERTAWA KERAS) “aku tak butuh ini” (MELEMPAR KOIN DI KAKI POROS. WAJAHNYA TEGANG MENAHAN AMARAH) “aku tidak butuh semua ini”(BERTERIAK KERAS, KEMUDIAN KEMBALI BERLARI MEMUNGUT KOIN DENGAN TERGESA-GESA. POROS KEMBALI TERTAWA KERAS. IA BERTERIAK sambil tertawa) “ayo cepat pungut.. ha ha ha ha… jangan sampai di makan cacing dan belatung… ha ha ha ha… ayo cepat. Ayo cepat sayang” (TERTAWA SAMBIL MENGACUNGKAN TELUNJUK PADA TIMUR YANG MASIH MEMUNGUT) “ha ha ha ha… pengemis, ha ha haha… lihat dia! Ha ha ha ha… penjilat” (tertawa terpingkal-pingkal) “aduh… aduh aduh.. aku harus pergi sebelum mati tertawa di sini. Ha ha ha ha…” (BERJALAN KELUAR DENGAN TAWA SAMBIL MENGGELENGKAN KEPALA. NAMUN KEMBALI MEMBALIKAN BADAN MENATAP TIMUR YANG MASIH MEMUNGUT RECEHAN) “ha ha ha ha ha….  Jual tubuh birumu. Jual liur jernihmu, jual petak-petak tanah di pulaumu. Akan aku beli semuanya.. semuanya” (TERTAWA KERAS LALU KELUAR KE SAMPING KIRI) 
BARAT    :    
"Lagi banyak uang yah?" (MUNCUL DARI SAMPING KANAN. TIMUR MASIH MEMBELAKANGI PANGGUNG MENCARI BEBERAPA KEPING YANG BELUM DI TEMUKAN)
TIMUR    :    
(DIAM TAK BERSUARA LALU BANGKIT) "Kamu lihat poros?”
BARAT     :    
“Lagi merayu utara. Tampaknya si utara benar-benar sudah benar-benar tak berdaya” (TERHENTI SEJENAK. BERJALAN BEBERAPA LANGKAH KE DEPAN DISUSUL TIMUR) “Kalian berdua memang sudah terlampau bodoh. Kamu dan si utara” (MENGHADAP TIMUR) “nah…. ” (TERIAKNYA KERAS SAMBIL MENEPUKAN KEDUAN TANGAN. TIMUR KAGET) “Kamu kan punya uang”
TIMUR     :    
(SENYUM) “Memangnya kenapa?”
BARAT     :    
“Aku punya pesawat, senjata, bom, granat, mortar, racun. Kamu mau beli tidak?”
TIMUR      :    
“Berapa?” (BERSEMANGAT)
BARAT   :    
(BERSEMANGAT.) “Murah kok!” (MEMBENTURKAN KE DUA TELAPAK TANGAN DENGAN KERAS) “Hanya sepuluh koin. Murah kan!?”
TIMUR   :    
(MELOTOT) “Hah…! Itu kamu bilang murah?”
BARAT :    
(MERANGKUL TIMUR. BERJALAN BERSAMA MENDEKATI PENONTON DAN BERBISIK AGAR KERAS) “walaupun itu barang-barang bekas. Tapi dasyat, hebat, kuat. Kamu harus punya yang seperti itu.”
TIMUR           :    
(KELIHATAN RAGU) “Tapi itu terlalu mahal. Aku hanya punya lima keping” (MENUJUKAN)
BARAT          :    
“Si selatan yang hobi ngutang juga punya barang-barang seperti itu”
TIMUR           :    
“Ah… yang benar? ”
BARAT         :    
“Benar. Tapi dia juga ngutang sama aku. Kamu juga boleh ngutang” (SENYUM SAMBIL MENGGELENG KEPALA)
TIMUR       :    
“Hutangku sudah terlampau banyak sama poros. Hutangku sama kamu juga belum lunas”

BARAT      :    
(TERTAWA) “Kamu kan punya kulit yang luas dan mulus. Rahimu kan subur. (TERDIAM SEJENAK. DAN MENATAP) Eh, kata poros pusar kamu dalam dan biru? Di sana banyak ikan yah?”

TIMUR    :    
Yah tubuhku memang indah” (MELIHAT TUBUHNYA SENDIRI DENGAN PENUH RASA BANGGA) “Tahu kah kamu? di balik kerudung ini rambutku berwarna biru. lebat dan bercahaya. Binatang-binatang di kepalaku sangatlah langka. Kamu mahu tahu rahasia lainnya?”, (TERSENYUM MELANGKAH DEKAT KE PENONTON. BARAT MENGIKUTI DARI BELAKANG TERKAGUM-KAGUM)
BARAT        :    
Yah! yah! ceritakan padaku (PENASARAN. WAJAHNYA CERAH)
TIMUR       :    
Pusarku dalam dan biru. Ada bermacam-macam ikan di sana indah sekali. Macam-macam warnanya. Harganya….. (TERHENTI SEJENAK, MENATAP BARAT DENGAN  MELOTOT) sangatlah mahal” (GIRANG DAN SEMAKIN PERCAYA DIRI)
BARAT       :   
Rahimu?… bagaimana dengan rahimu?” (SEMAKIN PENASARAN)
TIMUR   :    
(SEMAKIN MENDEKATI BARAT) “Rahimku sangat subur” (,MEMEGANG PERUT) “ tongkat kau tanam jadi makanan. Berlimpah ruah. Saaa………..ngat subur. Tak ada yang menandingiku. Kau tahu rambutku bukan saja biru dan lebat, atau kaya akan kutu-kutu langkah. Rambutku saaaaaaaa……….ngat indah. Tiada tara(BERISIK KERAS DI KUPING BARAT)   “ada satu lagi. Tapi jangan bilang siapa-siapa. Ini rahasia. Ah… tidak aku tidak akan mengatakan rahasia ini padamu.
BARAT     :    
"Kenapa?" (MATA MELOTOT)
TIMUR       :      
“Ha ha ha ha ha ha ha ha ha…. Kamu penasaran penasaran. Ha ha ha ha ha ha ha ha ha… dia penasaran (MENGHADAP PENONTON, TELUNJUK MENGACUNG KE BARAT)”
BARAT  :    
“Please…. Rahasia apa itu? (MEMOHON, KEDUA TANGAN MERAPAT DI DADA. TERDIAM SESAAT DAN MENURUNKAN TANGAN)” “aku tidak akan bilang siapa-siapa (DEKAT. DAN BERBISIK)”
TIMUR   :    
Ha ha ha ha ha…. Baiklah. Tapi janji jangan bilang siapa-siapa (MEMANDANG KE SEKELILING DENGAN WAS-WAS) “di dalam rahimku (TERDIAM)”
BARAT      :    
“Di dalam rahimu? Kenapa rahimu?”
TIMUR     :    
“Tapi jangan bilang siapa-siapa (MEMANDANG KE SEKELILING DENGAN WAS-WAS)” “tidak banyak orang yang tahu mengenai rahimku ini (BERBISIK KERAS)” “hanya kamu yang tahu”
BARAT          :    
“Benarkah?”
TIMUR           :    
“Iya (BERSEMANGAT)”
BARAT      :    
“Benarkah? (PENASARAN)”
TIMUR     :    
“Iya. Hanya kamu dan seribu orang lainnya. Kamu orang ke seribu satu yang tahu”
BARAT          :    
“Benarkah (SENYUM)”
TIMUR           :     “Iya… ha ha ha ha (SALING MENATAP TETAWA BERSAMA)”
 BARAT          :    
“Tapi…….”
TIMUR           :    
“Kenapa?”
BARAT          :    
“di dalam rahim kamu itu apa?”
 TIMUR          :
“Banyak. Banyak. Banyak (TERHENTI SEJENAK) banyak sekali (BERTERIAK).
(DI UCAPKAN TANPA PUTUS) Emas, perak, timah, tembaga, kuningan, batu bara, bauksit, besi, nikel, aspal, minyak, gas, berlian, rubi, intan, permata, ”
BARAT       :    
“Waoooooooooooooooooooooo….. banyak benar (WAJAH MENATAP KAGUM)”
TIMUR           :    
"Ya iyalah………… jati, meranti, rotan, besi, dammar, geharu, mahoni, bambu, linggua, semuanya ada.
BARAT          :    
Waooooooooooooo
TIMUR           :    
“Aku hebat bukan (LALU MELANGKAH SOMBONG KE KIRI. BARAT TETAP MENGIKUTI)”
BARAT          :    
“Gedung, jalan, mol, lapangan terbang, tambang, perumahan elit, uang, bom, senjata bekas, pesawat bekas, baju bekas, kapal bekas, satu lagi (TERHENTI SEJENAK SEMAKIN MENDEKAT TIMUR)” “Otak bekas… akan aku berikan padamu. Semuanya (MEMBUKA KEDUA TANGAN SAMBIL MENATAP)” “kita barter. Gimana? Kamu mau kan?”
TIMUR           :    
“Benarkah? Yakin? Sungguh? (MENGGUNCANG-GUNCANGKAN BAHU BARAT)”
BARAT          :    
“Aku serius”
TIMUR           :    
“Aku punya satu lagi di dalam rahim ini (MERABA PERUT)”
BARAT          :
“Berikan padaku.. kita barter (MENGGUNCANG BAHU TIMUR) “apa itu”
TIMUR           :    
“Lautan lumpur (TERHENTI SEJENAK DAN TERTAWA). Namanya lapindo. Nama yang bagus bukan?”
BARAT          :    
“Alaaa………….h yang itu aku tak suka (WAJAH KESAL. MENJAUH KE KANAN)”
TIMUR           :    
“Kamu tahu? Lapindo itu bagus buat luluran. Kayak lumpur laut hitam. Kau tahu kan? (MENDEKATI BARAT)”
BARAT          :    
“Aku tidak suka luluran. Kulitku sudah putih”
TIMUR           :    
“Oke baiklah”
SELATAN     :    
Berjalan masuk sambil berteriak sengan wajah senang “Jual…….          Gadai…………         lego semuanya…….. kamu akan kaya raya” (TIMUR DAN BARAT MEMALINGKAN WAJAH MENATAP. SELATAN MENDEKAT LALU DUDUK BERSILA. SERAYA MENUNTUN TIMUR DAN BARAT AGAR IKUT BERSILA. TANGANNYA MENEPUK TANAH)

TIMUR           :    
“Benarkah aku akan kaya. (SERAYA DUDUK BERSILA. KETIGANYA MEMBENTUK LINGKARAN)”
SELATAN     :    
“Ya! Kamu akan kaya (TERSENYUM)”
TIMUR           :    
“Kaya? (TERHENTI SEJENAK) kaya raya? Ha ha ha… aku akan kaya raya. Kaya raya….. aku akan kaya raya (TERTAWA KEMUDIAN TERHENTI) “tapi aku tak mau merayap”
BARAT          :    
"Ha ha ha ha ha…. Kamu akan kaya raya sama seprti dia. (MENEPUK PUNGGUNG SELATAN)
SELATAN     :    
(WAJAH SELATAN KEHERANAN. MENATAP) “Aku memang kaya. Aku kaya akan hutang. Aku kaya akan hutang. (BERTERIAK SEDIH)”
TIMUR           :    
(KEHERANAN MENATAP BARAT KEMUDIAN SELATAN) “Aku sama sekali tidak mengerti”
         Utara masuk sambil tertawa keras. Telunjuknya mengacung pada timur lalu selatan, lalu tertawa sekeras-kerasnya. Telunjuknya kembali mengarah ke timur dan selatan. Ia mengangkat jempol pada barat. Barat berdiri dan menghampiri utara. Selatan menutup wajah dengan kedua tangan sambil berteriak    :    
“Aku tidak kaya. Aku merayap. Aku sama sekali tidak kaya, aku hancur, hancur lebur. Aku hanya merayap (BERTERIAK). Timur beranjak ke pojok kanan memandangi selatan keheranan. Kemudian memandangi utara dan barat yang saling berpandangan. Utara tertawa keras barat terdiam mematung.)
Utara              :    
“Ha ha ha ha ha… timur menipumu. Kau telah di tipu. Ia sudah tidak punya apa-apa lagi. Ia kini merayap. Sama seperti selatan. Mereka berdua merayap. Mereka miskin, hina dina. Ha ha ha ha ha…. Dasar penipu (MENUNJUK TIMUR DAN KEMBALI TERTAWA KERAS)”
BARAT          :    
“Apa maksudmu hah? (BERTERIAK KERAS)”

UTARA          :  
“Hutan di kepalanya sudah gundul di makan poros si playboy itu, pusarnya yang dalam dan biru sudah tidak punya apa-apa. yang ada hanya kotoran manusia yang buang hajat di laut”

BARAT          :  
“Bagaimana dengan rahimnya (MENARIK LENGAN UTARA. KEDUANYA MELANGKAH MENDEKATI TIMUR. SELATAN MASIH MEMEKIK PELAN “aku sudah tidak punya apa-apa. Aku hina dina, melarat”)

UTARA          :  
“Rahimnya kosong. Tak ada lagi emas dan lainnya. Kering kerontang. Semuanya kering kerontang (menunjuk  timur yang masih kebingungan) poros telah menghajar rahim itu hingga robek. Rahimnya hancur”

BARAT          :  
“Penipu, bangsat, iblis berpayung hitam kamu ini”. (MENDORONG TIMUR HINGGA JATUH TERDUDUK)

TIMUR           :  
“Tapi aku masih punya satu yang tersisa”

UTARA          :  
“Kamu sudah tak berpunya. Kamu sampah, abad ini”

TIMUR           :  
“Aku punya lumpur, aku punya sunami, aku punya iklim yang cepat berubah, aku punya bumi kerontang, gunung meletus, banjir rob, aku punya sampah, tanah longsor juga aku punya, gempa… yah, aku masih punya gempa. Tidakah itu bagus (MASIH TERDUDUK  BERUSAH MERAIH TANGAN BARAT)”

BARAT          :  
“Simpan semua itu untuk anak cucum. Mereka pasti senang. Bahagia menanti kematian”

        Poros muncul melangkah cepat mendekati selatan yang terduduk lesuh. Timur masih berusaha meraih tangan barat. Barat berdiri acuh tak acuh. Utara tertawa sambil menunjuk timur dan selatan, ia lalu keluar.

Selatan          :     
 (BANGKIT DAN MENUNJUK POROS) “anjing kau… bangsat. Jahanam. Aku kau setubuhi, timur kau gagahi. Kau rampas hutan, dan alam kami. Kau sisahkan bencana, kau sisahkan kelaparan bagi anak cucuku (BERTERIAK)” “kau juga binatang (MENUNJUK UTARA)” POROS DAN BARAT TERTAWA KERAS. TIMUR BANGKIT DAN BERLARI KESELATAN. WAJAH TIMUR SEDIH. SELATAN PENUH AMARAH. NAMUN BARAT DAN POROS TETAP TETAWA

POROS          :  
(MELIPAT TANGAN KE BELAKANG. BERJALAN HILIR MUDIK, DARI UJUNG KE UJUNG DISUSUL BARAT MEMBELAKANGI. IA BERTERIAK LANTANG. WAJAH CONGKAK. DAGU DI ANGKAT SEDIKIT TINGGI)   :
"Mana kemolekan tubuh kalian? Mana pusarmu yang dalam dan biru? Mana rahimu yang subur? Mana hah? Kami tinggalkan kelaparan, kami titipkan tanah kering kerontang, limbah, sampah, pencemaran lingkungan, air tak lagi jernih, lautan mendidih. Bocah-bocah kurus kering. Kami titipkan itu untuk kalian. Ha ha ha ha…” (TIMUR MENGACUNGKAN JERI MENGIKUTI LANGKAH BARAT DAN POROS NAMUN MULUTNYA GAGAP TAK BISA BERSUARA. SELATAN MENDEKAP TIMUR DALAM PELUKAN, WAJAH SELATAN SAYU)
       POROS DAN BERAT BERHENTI DI TENGAH PEMENTASAN, KEDUANYA MENGHADAP TIMUR DAN SELATAN. TELUNJUK DAN WAJAH POROS MENATAP LANGIT     :
         “(BERTERIAK) bersiaplah. Gelombang siap menerkam, rob mulai menghadang, bumi akan terbelah, tanahmu  kering kerontang. Lautan memanas, es telah mencair ”
        “(BERTERIAK SEMAKIN KERAS) nikmatilah titipan kami. (KEDUANYA LALU KELUAR. TAK LAMA BERSELANG SELATAN DAN TIMUR JUGA KELUAR) LILIN PADAM. PANGGUNG GELAP. SUARA PETIKAN GITAR MENGALUN SYAHDU. SEORANG MELANGKAH KE TENGAH RUANG PEMENTASAN.

           Nyalakan lilinnya
          Nyalakan lilinnya 
          (CAHAYA TETAP TIDAK ADA. PETIKAN GITAR MENGIKUTI NARATOR)
          Nyalakan lilinnya. Biar kalian saksikan bumi yang menangis
          Biar nampak sembilu yang mengiris. Darah kini racun
          Tubuh telanjang.
          Apa kalian binatang.

         Milayaran tahun mengandung
        Sejak big bang,
        Dari menyatu hingga berkeping
        Aku meradang. Aku di terjang. Luka dan bisa kalian bagi.
        Tebar ke pelosok tubuh
        Gelinding  lingkaran setan

        Tubuh kerontang
        Apa kalian binatang
       Binatang-binatang kalian kerangkeng
       Buat pajangan, buat penahan dingin, buat alas kaki

        Tubuh kalian lubangi.
        Oh tidak…………
        rahimku…
        rahimku tak berjanin
        kalian ukir lubang keserakahan
        babat habis lebat hutan.

Anak cucumu akan aku bantai,
Lentera akan mulai menyala.
Dari khurasan ke galapagos.
Dari lintang ke bujur.
Semua akan terbujur.

         Nyalakan lilinnya biar aku kenali para wajah itu

        Keranjang kematian di isi buah dari alska
        Para bidadari pembawa baki emas kini mati
        Kelopak edelweiss gugur tak lagi abadi
       Mana matamu.
       Ini lukaku

      Para singa pengembara kini menepi
      Tak ada oase.
      Neraka fatamorgana tersisa
      Mencabik
      Migrasi bison terkepung halilintar
      Ini bisa, 
      ini luka
      Mana matamu

      Terjebak,
      Dikepung
      Tak ada cahaya perak atom di Nagasaki
      Semua menerobos kerak bumi.

      Ada masanya.
     Teori big bang aku ulangi.


     Suara gitar menghilang pelan
         L a y a r   T u r u n
Menilai Buku "Anak Kunci Israel Yang Hilang di Indonesia"
Oleh: Muakrim M Noerz Soulisa

    Dalam buku "Anak Kunci Israel yang hilang di Indonesia" karya Rabbi Avner yang diterbitkan oleh Pustaka Salomon, sang penulis seakan-akan ingin menancapkan eksistensi anggapannya bahwa sebagian penduduk  Maluku (Suku Alif'uru) merupakan salah satu dari suku israel yang hilang (Gad) benarkah demikian adanya??

   Sebagai seorang yang gemar akan menulis saya memaklumi dan menghargai-akan keinginan Rabbi Avner mengungkapkan apa yang ingin diungkapkannya walaupun sebenarnya terdapat berbagai hal yang saya  anggap rancuh dalam pengulasan sejarah dan ijtihad yang ia kemukakan. Mengingat saya adalah anak asli maluku, sudah barang tentu ada beberapa hal yang harus saya jadikan pembanding agar kiranya kawan-kawan yang telah atau ingin membaca buku tersebut mendapatkan sedikit gambaran mengenai paparan absah dan tidaknya pemikiran Rabbi Avner tersebut.
  1. Siapakah orang "Maluku" itu? 
  2. Apakah suku Alif'uru itu? 

Rabu, 28 Desember 2011

Cerita Dari Tanah Tinggi
Oleh : eL_g.noer’z


Matahari sore mulai menyapaku lewat Fentilasi kamar yang berkaca buram, cahayanya berusaha menerobos masuk menembus debu-debu yang menempel sejak lama, maklumlah Aku bukan tipe manusia yang suka bersih-bersih atau mendandani kamar. Kepulan asap masih terus menyembur dari mulut, sementara di lengan kanan sebuah buku bercover warna merah dengan sedikit corak kuning terdengar berteriak, "Bim, ayo baca lagi dong," Memang buku bisa bicara?? He he he he....
Konsentrasi yang tertuju pada buku di lengan kanan tiba-tiba buyar setelah kupingku menangkap suara handphone berlayar hitam putih di samping gelas kopi yang telah ku seruput sebahagian isinya. One new messages. Tulisan itu nampak di layar Handphone butut kebanggaanku. Kunci tombolnya Aku buka dan di sana kudapati kata-kata seperti ini, “Man Poster? (Posisi Terakhir) Di mana? Jadi naik hari ini kan?” Pesan pendek dari si Ubi mengingatkan aku pada janji yang telah kami tanda tangani dengan meterai Enam ribu rupiah (cie ile gayanya) Tik tak tik tak tik tak tik tak.., bunyi tombol hp jadul di sentuh jemari berkuku hitam yang bermaksud membalas SMS dari Si Ubi.